Friday 3 June 2016

GAMBARAN KEJADIAN HEPATITIS B RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Tugas            :  Individu
Mata Kuliah  :  Epidemiologi Viral

GAMBARAN KEJADIAN HEPATITIS B RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR



OLEH
GUSTINA
1310005












YAYASAN PENDIDIKAN TAMALATEA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK)
TAMALATEA MAKASSAR

2016


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat dan Nikmat-Nya, terutama nikmat kesehatan dan kesempatan untuk membuat tugas Epidemiologi Viral yang berjudul Gambaran Kejadian Hepatitis B RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dapat diselesaikan dalam bentuk sederhana ini.

Pembuatan tugas ini berdasarkan dari materi yang telah dikumpulkan, dan telah disusun sedemikian rupa. Dalam pembuatan tugas ini saya telah mengumpulkan materi tentang Penyakit hepatitis B, mulai dari jurnal, dan artikel-artikel.












KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
   A. Latar Belakang
   B. Rumusan Masalah
   C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
   A. Gambaran Kejadian Hepatitis Ditinjau dari Host,                   Waktu Kejadian, dan Tempat atau Lingkungan
   B.  Gambaran Epidemiologi Dalam Usaha-Usaha                       Pencegahan Penyakit Hepatitis B
BAB III PENUTUP

    A. Kesimpulan
    B. Saran

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Hepatitis B merupakan masalah kesehatan  masyarakat  global  yang  perlu penanganan serius, dilihat  dari tingginya prevalensi  kasus  dan komplikasi  kronis penyakit  yang  ditimbulkan.Hepatitis B adalah infeksi  pada organ hati  yang disebabkan  oleh HBV (Virus Hepatitis B). Keadaan  ini  mengakibatkan  komplikasi hati kronis seperti sirosis dan kanker hati yang dapat menyebabkan kematian (Aminah, 2013)
HBV ini termasuk hepadnavirus dengan ukuran 42-nm double stranded DNA virus yang terdiri  dari  nucleocapsid core  (HBcAg)  dan dikelilingi  oleh  lapisan lipoprotein  di  bagian  luarnya  yang  berisi  antigen  permukaan  (HBsAg). Virus  ini ditularkan melalui  kontak  dengan darah  atau  cairan  tubuh  lain  dari  penderita Hepatitis B. Menurut WHO (World  Health  Organization) tahun  2012, pekerjaan yang  berisiko  tinggi  terhadap  penularan  Hepatitis  B  adalah pekerjaan  yang  kontak langsung dengan darah atau bekerja sebagai tenaga kesehatan.
Menurut WHO tahun 2011 HBV telah menginfeksi lebih dari 350 juta orang di dunia dan 600.000 orang meninggal setiap tahun akibat Hepatitis B akut maupun kronis.  Di Asia Tenggara ditemukan kejadian Hepatitis B lebih dari 5,6% dari total populasi  dengan  300.000  kematian per  tahun  dengan  prevalensi  termasuk pola infeksi tinggi yaitu lebih dari 8%.
Prevalensi Hepatitis B tertinggi di sub - Sahara Afrika dan Asia Timur. Kebanyakan penderita di wilayah ini terinfeksi virus Hepatitis B pada masa kanak-kanak dan sebanyak 5-10% dari  populasi  orang  dewasa  terinfeksi  secara  kronis. Tingginya  tingkat  infeksi kronis  juga  ditemukan di  Timur  Tengah  dan  India, 2-5  %  dari  populasi  umum terinfeksi  secara  kronis. Di  Eropa  Barat  dan  Amerika  Utara kurang  dari  1  %  dari populasi  terinfeksi  secara  kronis. Berdasarkan  Laporan  CDC (Center  for  DiseaseControl) tahun  2011 menyebutkan  bahwa terdapat 2.890  kasus Hepatitis B  akut di Amerika Serikat.
Menurut PPHI (Perhimpunan  Peneliti Hati  Indonesia) pada Konsensus Nasional  Penatalaksanaan  Hepatitis  B  di  Indonesia tahun  2012, angka prevalensi Hepatitis B di Indonesia mencapai 4,0-20,3%. Berdasarkan hal itu, Indonesia terletak di tingkat endemisitas sedang sampai tinggi.
Penyakit  Hepatitis B  bisa  terjadi  pada  semua  kelompok  umur  dan  jenis kelamin. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar  (Riskesdas) tahun  2007 dengan pengumpulan sampel darah dan dilakukan pemeriksaan biomedis dari 30.000 rumah tangga di 294 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi HBsAg sebesar 9,7% pada pria dan 9,3% pada wanita, dengan angka tertinggi pada kelompok usia 45-49 tahun sebesar 11,9%.
Berdasarkan  Survey Nasional Pernefri untuk prevelensi Hepatitis B pada pasien hemodialisis regular di 12 kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi infeksi HBV adalah sebanyak 4,5% dari 2.458 pasien, Sedangkan di Kota Medan diketahui 6,05% dari 314 pasien.
Dalam penelitian Andi Musdalifah (2013) menyatakan bahwa penyebaran  virus  hepatitis  B  menjadi  perhatian  khusus  di  Indonesia  Data  Kementrian  Kesehatan  Republik  Indonesia  (Kemenkes  RI)  tahun  2011  menunjukkan  bahwa  Indonesia menempati peringkat ketiga penderita hepatitis terbanyak di dunia setelah India dan China yang diperkirakan  mencapai  30  juta  orang.   Menurut  kriteria  WHO,  Indonesia  termasuk  daerah dengan tingkat endemisitas tinggi serta termasuk dalam prevalensi tinggi yaitu lebih dari 8%. Pada  tahun  2007  sebanyak  10.391  serum  yang  diperiksa  dan  ditemukan  prevalensi  HBsAg positif 9.4% (Riset Kesehatan Dasar, 2007).
Laporan  Riskesdas  Tahun  2013  menyebutkan  bahwa  prevalensi Hepatitis pada tahun 2013 adalah 1,2%, dua kali lebih tinggi dibandingkan tahun 2007. Lima provinsi dengan prevalensi Hepatitis tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (4,3%), Papua (2,9%), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi Tengah (2,3%) dan Maluku (2,3%). Jenis hepatitis yang  banyak  menginfeksi  penduduk  Indonesia  adalah Hepatitis B (21,8 %).
Sulawesi Selatan pada tahun 2010 jumlah penderita rawat jalan sebanyak 436, rawat inap sebanyak 333 orang. Tahun 2011  sebanyak 309 penderita rawat jalan dan 462 penderita rawat inap, sedangkan tahun 2012 dilaporkan sebanyak 409 rawat jalan dan 493 penderita rawat inap (P2PL,  Dinkes  Sul-Sel,  2012.b).  Data  rekam  medik  Rumah  Sakit  Umum  Pusat  (RSUP)  Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2010-2012 menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit hepatitis B tiap tahun cenderung fluktuatif. Pada tahun 2010 terdapat 85 orang penderita rawat jalan 28  orang penderita rawat inap, tahun 2011 sebanyak 32 orang penderita rawat jalan dan 15 orang penderita  rawat  inap.  Sedangkan  pada  tahun  2012  mengalami  peningkatan,  sebanyak   141  penderita rawat jalan dan 17 orang penderita rawat inap (Musdalifa, 2013).
Berdasarkan  latar  belakang  masalah  tentang  angka  prevalensi  dan  risiko  penularan hepatitis  B  masih menjadi salah satu masalah penyakit menular yang serius di Indonesia, maka dari itu penulis tertarik mengambil judul “Gambaran Kejadian Hepatitis B RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar”. Untuk lebih mengetahui kejadian Hepatitis B di dunia, khususnya di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, maka timbul rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1.        Bagaimana Gambaran Kejadian Hepatitis B Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Ditinjau dari Host, Waktu Kejadian, dan Tempat atau Lingkungan?
2.        Bagaimana Gambaran Epidemiologi Kejadian Hepatitis B Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dalam Usaha-usaha Pencegahan kejadian Penyakit Hepatitis B?
C. Tujuan
1.     Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Kejadian Hepatitis B Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
2.     Tujuan Khusus
a.    Mengetahui Gambaran Kejadian Hepatitis B Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Ditinjau dari Host, Waktu Kejadian, dan Tempat atau Lingkungan
b.    Mengetahui Gambaran Epidemilogi Kejadian Hepatitis B Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dalam Usaha-usaha Pencegahan kejadian Penyakit Hepatitis B



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Gambaran Kejadian Hepatitis B Ditinjau dari Host, Waktu Kejadian, dan Tempat atau Lingkungan
Hepatitis B adalah penyakit peradangan hati akibat infeksi virus Hepatitis B. Virus yang berasal dari famili hepadnavirus. Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan didunia dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini karena selain prevalensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirroshis hepatitis dan karsinoma hepatoseluler primer. Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami cirroshis hepatis dan karsinoma hepatoselluler (hepatoma). Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun belum berkembang secara sempurna (Siregar).
Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HbeAg. Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebarannya.Subtype adw terjadi di Eropah, Amerika dan Australia. Subtype ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype adw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di Jepang dan China.
Menurut Siregar faktor lingkungan merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah:
1.  Lingkungan dengan sanitasi jelek
2.  Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi
3.  Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.
4.  Daerah unit laboratorium
5.  Daerah unit bank darah
6.  Daerah tempat pembersihan
7.  Daerah dialisa dan transplantasi.
8.  Daerah unit perawatan penyakit dalam
Dalam penelitian Musdalifah, dkk (2013) mengatakan Hepatitis B merupakan  penyakit infeksi yang mengenai sel-sel hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (Sulaiman, 1990).  World Health Organisation  (WHO) tahun 2011 menyatakan kasus hepatitis B hanya sebagian saja yang dapat dideteksi, hal ini karena sifat penyakit ini tidak terlalu menunjukkan gejala. Center For Disease Control (CDC) tahun 2010 dalam Mauss (2012) mengemukakan  bahwa  kasus  hepatitis  B  banyak  tidak  terdeteksi  karena  sifatnya  yang asimptomatik  dan  penderitanya  akan  menyadarinya  setelah  sifat  dari  penyakit  ini  akut  atau kronis. Virus hepatitis B merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius (WHO, 2012.d).
Indonesia infeksi virus hepatitis B terjadi pada bayi dan anak, diperkirakan 25 -45,g% pengidap adalah karena infeksi perinatal. Hal ini berarti bahwa Indonesia termasuk daerah endemis penyakit hepatitis B dan termasuk negara yang dihimbau oleh WHO untuk melaksanakan upaya pencegahan (Imunisasi).
Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah produk yang mempunyai konsentrasi virus hepatitis B yang tinggi, melalui semen, melalui saliva, melalui alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisau cukur, alat makan, sikat gigi, alat kedokteran dan lain-lain. Di Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara 12-14 orang, yang berlanjut menjadi hepatitis kronik, chirosis hepatis dan hepatoma. Satu atau dua kasus meninggal akibat hepatoma.
Mengingat jumlah kasus dan akibat hepatitis B, maka diperlukan pencegahan sedini mungkin. Pencegahan yang dilakukan meliputi pencegahan penularan penyakit penyakit hepatitis B melalui Health Promotion dan pencegahan penyakit melalui pemberian vasinasi. Menurut WHO bahwa pemberian vaksin hepatitis B tidak akan menyembuhkan pembawa kuman (carier) yang kronis, tetapi diyakini 95 % efektif mencegah berkembangnya penyakit menjadi carier.
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus. Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan perbedaan geogmfik dan rasial dalam penyebarannya. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.
Faktor host (pejamu) dalam makalah siregar adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbul serta perjalanan penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:
1.     Umur
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan anak (25 -45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10% (Markum, 1997). Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis.
2.     Jenis Kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B  dibanding pria.
3.     Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang sempurna.
4.     Kebiasaan hidup
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tatto, pemakaian akupuntur.
5.     Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih).
Laporan  Riskesdas  Tahun  2013  menyebutkan  bahwa  prevalensi Hepatitis pada tahun 2013 adalah 1,2%, dua kali lebih tinggi dibandingkan tahun 2007. Lima provinsi dengan prevalensi Hepatitis tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (4,3%), Papua (2,9%), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi Tengah (2,3%) dan Maluku (2,3%). Jenis hepatitis yang  banyak  menginfeksi  penduduk  Indonesia  adalah Hepatitis B (21,8 %).
Sulawesi Selatan pada tahun 2010 jumlah penderita rawat jalan sebanyak 436, rawat inap sebanyak 333 orang. Tahun 2011  sebanyak 309 penderita rawat jalan dan 462 penderita rawat inap, sedangkan tahun 2012 dilaporkan sebanyak 409 rawat jalan dan 493 penderita rawat inap (P2PL,  Dinkes  Sul-Sel,  2012.b).  Data  rekam  medik  Rumah  Sakit  Umum  Pusat  (RSUP)  Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2010-2012 menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit hepatitis B tiap tahun cenderung fluktuatif. Pada tahun 2010 terdapat 85 orang penderita rawat jalan 28  orang penderita rawat inap, tahun 2011 sebanyak 32 orang penderita rawat jalan dan 15 orang penderita  rawat  inap.  Sedangkan  pada  tahun  2012  mengalami  peningkatan,  sebanyak   141  penderita rawat jalan dan 17 orang penderita rawat inap (Musdalifa, 2013).


B. GAMBARAN EPIDEMIOLOGI DALAM USAHA-USAHA PENCEGAHAN PENYAKIT HEPATITIS B
Menurut safira dalam makalahnya Usaha-usaha pencegahan terhadap suatu penyakit sangatlah penting, adapun beberapa usaha-usaha pencegahan yang dapat dilakukan, yaitu:
1.     Health Promotion
Hal yang perlu dilakukan dalam health promotion (promosi kesehatan) untuk mencegah penularan penyakit hepatitis B agar tidak bertambah banyak yaitu :
a.    Pendidikan atau penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan merupakan salah satu upaya dalam rangka pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat. Penyakit hepatitis merupakan salah satu penyakit yang harus diketahui oleh masyarakat dan peran sebuah puskesmas atau lembaga kesehatan lainnya dalam memberikan pendidikan kesehatan menjadi harapan yang sangat penting bagi masyarakat.
b.    Mengubah perilaku
Mengubah perilaku dalam menanggulangi penyakit hepatitis salah satunya yaitu berorientasi pada perilaku yang diharapkan perilaku sehat sehingga mempunyai kemampuan mengenal masalah dalam dirinya, keluarga dan kelompok dalam meningkatkan kesehatannya.
c.    Mengubah gaya hidup
Penyakit hepatitis suatu kelainan berupa peradangan organ hati yang dapat disebabkan oleh banyak hal antara lain infeksi virus dalam metabolisme. Mengubah gaya hidup yaitu dengan pastikan makan dan minuman yang masuk kedalam tubuh kita adalah makanan yang bersih, dan minuman yang telah direbus hingga mendidih, menjaga kebersihan lingkungan, serta merubah cara bergaul ke arah yang lebih baik. Selain itu, kita juga harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan, menghindari kontak dengan sumber infeksi, misalnya darah dan jarum suntik yang tercemar, serta menghindari kontak intim dengan penderita hepatitis yang menular.
d.    Meningkatkan kesadaran
Meyakinkan kepada seluruh masyarakat khususnya daerah tempat tinggal kita, bahwa bahaya penyakit hepatitis bukanlah penyakit yang bisa disepelekan begitu saja.

2.     Spesific Protection
specific protection atau perlindungan khusus terhadap penularan hepatitis dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a.    Perbaikan kondisi dan sanitasi lingkungan
Specific protection yaitu perlindungan khusus terhadap penularan hepatitis B dan C dapat dilakukan melalui sterilisasi benda–benda yang tercemar dengan pemanasan dan tindakan khusus seperti penggunaan yang langsung bersinggungan dengan darah, serum, cairan tubuh dari penderita hepatitis, juga pada petugas kebersihan, penggunaan pakaian khusus sewaktu kontak dengan darah dan cairan tubuh, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita pada tempat khusus. Untuk mencegah hepatitis A dapat dilakukan dengan cara memperbaiki saluran wc/ tinja. Hal ini dilakukan agar penyebaran virus hepatitis A melalui feses terputus.
b.    Vaksinasi
Vaksinasi adalah memberikan kekebalan aktif pada seseorang , sehingga ia kebal terhadap penyakit tertentu. Saat ini, vaksinasi hanya tersedia untuk pencegahan hepatitis A dan hepatitis B. Bentuk-bentuk hepatitis disebabkan oleh inveksi virus yang dapat dicegah dengan vaksin aman dan terjangkau. Vaksin hepatitis telah tersedia untuk siapa saja, tetapi lebih dikhususkan pada orang yang beresiko tinggi tertular penyakit ini.
3.     Early Diagnosis & Prompt Treatment
Tujuan upaya pencegahan ini adalah untuk mencegah meluasnya penyakit, mencegah timbulnya wabah serta proses penyakit lebih lanjut. Sasarannya adalah penderita atau suspect (dianggap penderita dan terancam menderita). Pada pencegahan sekunder termasuk upaya bersifat diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment).
Gejala hepatitis seperti demam, kelemahan, dan sebagainya baru muncul setelah 8 minggu. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan atau diagnosa lebih lanjut. Diagnosa ini biasanya dilakukan dokter di laboratorium. Terdapat dua cara diagnosa, yaitu untuk hepatitis akut (masa penyakit kurang dari 6 bulan) dan hepatitis kronis (masa penyakit lebih dari 6 bulan). Pemeriksaan HbsAg, anti HBc, HbeAg, HBV-DNA untuk hepatitis kronik karena virus B.
Penderita yang diduga Hepatitis B, untuk kepastian diagnosa yang ditegakkan maka akan dilakukan pemeriksaan darah. Setelah diagnosa ditegakkan sebagai hepatitis B, maka ada cara pengobatan untuk hepatitis B, yaitu pengobatan telan (oral) dan secara injeksi.
a.    Pengobatan oral yang terkenal adalah :
1)    Pemberian obat Lamivudine dari kelompok nukleosida analog, yang     dikenal             dengan nama 3TC.
2)    Pemberian obat Adefovir dipivoxil (Hepsera).
3)    Pemberian obat Baraclude (Entecavir).
b.    Pengobatan dengan injeksi/suntikan adalah:
Pemberian suntikan Microsphere yang mengandung partikel radioaktif pemancar sinar ß yang akan menghancurkan sel kanker hati tanpa merusak jaringan sehat di sekitar-nya. Injeksi Alfa Interferon (dengan nama cabang INTRON A, INFERGEN, ROFERON)
4.     Disabilty Limitation
Disability Limitation atau pembatasan kecacatan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan berfikir dan bekerja yang diakibatkan oleh penyakit hepatitis. Usaha ini merupakan lanjutan dari usah early diagnosis and promotif treatment yaitu dengan pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh kembali dan tidak cacat ( tidak terjadi komplikasi ). Bila sudah terjadi kecacatan maka dicegah agar kecacatan tersebut tidak bertambah berat dan fungsi dari alat tubuh yang cacat ini dipertahankan semaksimal mungkin. Disability limitation termasuk:
a.    Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan 
Hepatitis dapat berlangsung singkat (akut) kemudian sembuh total. Namun dapat pula berkembang menjadi masalah menahun (kronis). Tingkat keparahan hepatitis bervariasi, mulai dari kondisi yang dapat sembuh sendiri secara total, kondisi yang mengancam jiwa, menjadi penyakit menahun, hingga gagalnya fungsi hati (liver). Sedangkan hepatitiskronis terjadi jika sebagian hati (liver) yang mengalami peradangan berkembang sangat lambat, tetapi sebagian lain dapat menjadi aktif dan semakin memburuk dalam hitungan tahun. Akibat dari hepatitis kronis yang memburuk adalah terjadinya sirosis atau kanker hati. Untuk mencegah  terjadinya kerusakan pada hati lebih lanjut, sebaiknya penderita hepatitis (terutama hepatitis kronis) melakukan pengobatan secara menyeluruh dan tuntas. Bila perlu, check up secara rutin ke dokter untuk pemberian vitamin agar hati berfungsi dengan baik kembali.
b.    Pengadaan dan peningkatan fasilitas kesehatan dengan melakukan pemerikasaan lanjut yang lebih akurat
pemeriksaan laboratorium dan pemerikasaan penunjang lainnya agar penderita dapat sembuh dengan baik dan sempurna tanpa ada komplikasi lanjut.
c.    Penyempurnaan pengobatan agar tidak terjadi komplikasi
Masyarakat diharapkan mendapatkan pengobatan yang tepat dan benar oleh tenaga kesehatan agar penyakit yang dideritanya tidak mengalami komplikasi. Selain itu untuk mencegah terjadinya komplikasi maka penderita yang dalam tahap pemulihan, dianjurkan untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan secara rutin untuk melakukan pemeriksaan rutin agar penderita sembuh secara sempurna.
5.     Rehabilitation
Rehabilitasi adalah usaha untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyembuhan penyakit & pengembalian fungsi fisik, psikologik dan sosial. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang proses penyakitnya telah berhenti. Tujuannya adalah untuk berusaha mengembalikan penderita kepada keadaan semula (pemulihan kesehatan) atau paling tidak berusaha mengembalikan penderita pada keadaan yang dipandang sesuai dan mampu melangsungkan fungsi kehidupannya. Dalam penyembuhan penyakit hepatitis, proses rehabilitasi meliputi:
a.      Rehabilitasi mental
Yaitu agar bekas penderita dapat menyesuikan diri dalan hubungan perorangan dan social secara memuaskan. Seringkali bersamaan dengan terjadinya cacat badaniah muncul pula kelainan-kelainan atau gangguan mental. Untuk hal ini bekas penderita perlu mendapatkan bimbingan kejiwaan sebelum kembali ke dalam masyarakat. Seperti pada penderita hepatitis yang mengalami penurunan semangat hidup, penderita harus menjalani rehabilitasi mental untuk mengembalikan semangat hidup.
b.      Rehabilitasi social vokasional
Yaitu agar bekas penderita menempati suatu pekerjaan/jabatan dalam masyarakat dengan kapasitas kerja yang semaksimal-maksimalnya sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.
c.      Rehabilitasi aesthetis
Usaha rehabilitasi aesthetis perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa keindahan, walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri tidak dapat dikembalikan misalnya: penggunaan mata palsu. Seperti pada penderita hepatitis yang tidak memungkinkan hatinya bekerja secara normal seperti orang yang sehat.





BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.     Ada tiga gambaran epidemiologi kejadian penyakit hepatitis B
a.    Yang menjadi host atau pejamu penyakit Hepatitis B adalah Umur, jenis kelamin, mekanisme pertahanan tubuh, kebiasaan hidup, dan pekerjaan
b.    Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB).
c.    Sulawesi Selatan pada tahun 2010 jumlah penderita rawat jalan sebanyak 436, rawat inap sebanyak 333 orang. Tahun 2011  sebanyak 309 penderita rawat jalan dan 462 penderita rawat inap, sedangkan tahun 2012 dilaporkan sebanyak 409 rawat jalan dan 493 penderita rawat inap (P2PL,  Dinkes  Sul-Sel,  2012.b).  Data  rekam  medik  Rumah  Sakit  Umum  Pusat  (RSUP)  Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2010-2012 menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit hepatitis B tiap tahun cenderung fluktuatif. Pada tahun 2010 terdapat 85 orang penderita rawat jalan 28  orang penderita rawat inap, tahun 2011 sebanyak 32 orang penderita rawat jalan dan 15 orang penderita  rawat  inap.  Sedangkan  pada  tahun  2012  mengalami  peningkatan,  sebanyak   141  penderita rawat jalan dan 17 orang penderita rawat inap (Musdalifa, 2013).
2.     Usaha-usaha yang dilakukan untuk pencegahan kejadian penyakit adalah Health Promotion, Spesific Protection, Early Diagnosis and Prompt treatment, Disability Limitation, dan Rehabilitation.
B. Saran
1.     Karena kita telah mengetahui yang beresiko terkena penyakit hepatitis B maka disarankan untuk mengantisipasi kejadian penyakit hepatitis B dengan cara mengantisipasi adanya penularan baik transfusi darah, selaput lendir, dan penularan perinatal. Dan sebaiknya dilakukan skrining atau deteksi dini penyakit hepatitis B serta melakukan vaksin hepatitis B secara berkala.
2.     Sebaiknya usaha-usaha pencegahan tersebut dilaksanakan dengan tepat agar kejadian penyakit hepatitis B dapat berkurang atau bahkan tidak ada lagi kasus yang terjadi.


DAFTAR PUSTAKA

Safira, 2011. Pencegahan Penyakit Hepatitis. http://catatansafira.wordpress.com diakses 24 April 2016

Siregar, F.A. Hepatitis B Ditinjau Dari Kesehatan Masyarakat Dan Upaya Pencegahan. http://library.usu.ac.id diakses 23 April 2016

Rezeki, S, Muda, S, & Rasmaliah, 2014. Karakteristik Penderita Hepatitis B Rawat Inap Di Rumah Sakit Tingkat Ii Putri Hijau Kesdam I/Bukit Barisan Medan Tahun 2010-2013. http://jurnal.usu.ac.id diakses 26 April 2016

Aminah, 2013. Analisis Ketepatan Pemberian Imunisasi Hb-0 Di Wilayah Kerja Puskesmas Patiluban Mudik Kecamatan Natal Tahun 2012 http://repository.usu.ac.id diakses 26 April 2016

Musdalifah, Arsin, A, & Thaha, I, L, M. 2013. Faktor Risiko Kejadian Hepatitis B Pada Pasien Di Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. http://repository.unhas.ac.id/ diakses 25 April 2016

 


 


Makassar, April 2016

GUSTINA