Saturday 16 April 2016

KESEHATAN DARURAT EPIDEMIOLOGI BENCANA ALAM

Tugas               : Kelompok
Mata Kuliah    : Epidemiologi Gawat Darurat

EPIDEMIOLOGI BENCANA ALAM
(GEMPA BUMI, ANGIN KENCANG, KEKERINGAN, & LETUSAN GUNUNG)

DISUSUN :
ISTI HANDAYANI (1310001)

GUSTINA (1310005)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK)
YAYASAN PENDIDIKAN TAMALATEA
MAKASSAR
2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat dan Nikmat-Nya, terutama nikmat kesehatan dan kesempatan untuk membuat Paper Epidemiologi Kesehatan Darurat “Epidemiologi Bencana Alam” dapat diselesaikan dalam bentuk sederhana ini.

Pembuatan Paper ini berdasarkan dari materi yang telah dikumpulkan, dan telah disusun sedemikian rupa. Dalam pembuatan paper ini kami telah mengumpulkan materi tentang Epidemiologi Bencana Alam.


Makassar,      Desember 2015

Penyusun
 
 

 DAFTAR ISI
  Sampul                                                                                                               
  Kata Pengantar
  Daftar Isi                                                                                                             
  Pembahasan                                                                                                       
Identifikasi Masalah                                                                                
Pengertian & Bentuknya                                                                        
Dampak & Aspek Kesehatan                                                                 
Manajemen Kesehatan Darurat atau Bencana                                    
Riwayat Alamiah                                                                                     
Faktor Risiko Kesehatan Darurat                                                         
Upaya Pencegahan Kesehatan Darurat                                                
Surveilens Kesehatan Darurat                                                               
Daftar Pustaka          

PEMBAHASAN

A.    Identifikasi Masalah
Masalah kesehatan darurat secara umum dapat dengan mudah dan diidentifikasi karena kejadiannya sangat menonjol (naked eyes). Dengan demikian, identifikasi masalah kesehatan darurat sangat mudah untuk dilakukan. Misalnya, identifikasi dini menyangkut perlunya atau prediksi kemungkinan akan terjadinya epidemic. Untuk melakukan adanya surveilans yang mengikuti keberadaan dan penanggulangan keadaan yang mengarah kepada epidemic. Selain itu, upaya mengidentifikasi masalah kesehatan darurat dan sekaligus mengungkap faktor-faktor terkait dengan terjadinya masalah maka epidemiologi berusaha melakukan penelitian atau dalam keadaan situasi tertentu.
Melakukan investigasi itu maka diperlukansuatu sistem yang cepat. Epidemiologi mengajukan beberapa metode untuk kejadian rapid assessment misalnya dengan melakukan survey cepat. Bentuk suevei cepat ini, sesuai namanya dilaksanakan dalam waktu yang relative singkat, sehingga tidak mendalam memang harus bersifat praktis. Misalnya, terhadap gempa bumi, dilakukan suatu survey cepat dalam suatu bentuk wyjud tersendiri berupa Rapid Health Assessment untuk mengetahui yang terjadi pasca bencana dan kebutuhan kesehatan yang berkaitan. Masalah yang diteliti adalah jumlah dan jenis korban yang memiliki kerusakan-kerusakan yang terjadi, penyakit-penyakit yang terjadi dan tindakan yang perlu segera dilakukan.
Bencana alam (natural disaster) adalah berbagai bentuk kejadian alam yang mengganggu kesehatan masyarakat. Terhadap bencana alam gempa bumi misalnya, dikatakan bahwa Earthquake Injury Epidemiology is an emerging discipline with numerous implication for using advance environmental impacts and urban vulnerability.
Asia disaster preparedness center mendefinisikan : disaster is and affected community has to response by taking axceptional measures. Keadaan ini dapat dipahami bahwa suatu bencana merupakan keadaan membawa korban banyak dengan keadaan yang serius,  terjadi dalam keadaan yang relative singkat dan memerlukan usaha-usaha intervensi khusus. Berbagai bentuk bencana alam yang dapat memporak-porandakan dan isinya ini bisa dalam berbagai bentuk seperti :
a.       Gempa Bumi (earthquake)
b.      Angin Kencang (hurricane, typhoon, cyclone)
c.       Kekeringan (drought)
d.      Letusan Gunung (volcanic eruption)



B.     Pengertian & Bentuknya
1.      Epidemiologi Gempa Bumi
Gempa bumi (earthquake) adalah vibrasi kerak bumi yang berikan getaran mulai yang tidak terasa sampai yang guncangkan bumi. Terjadinya gempa bumi berkaitan dengan panasnya tegangan pada kerak bumi yang menimbulkan gelombang panas yang merambat melintas lapisan-lapisan bumi.
Gempa bumi terjadi berkaitan dengan aspek-aspek :
Getaran bumi yang berupa gonacangan vertical ataupun horizontal yang besarnya tergantung kepada magnitude, kedalaman gempa (hiposentrum), struktur geologi dan jenis batuan penyusun di suatu daerah.
Jenis sesar (urat bumi) dimana bisa berupa sesar geser, sesar turun maupun sesar naik ataupun gempa yang berulang pada sesar yang sama. Longsoran tebing atau amblesan yang terjadi pada daerah berbukit terjal atau sepanjang pantai terjal.
Di masa dulu orang Yunani percaya dan menghubungkan gempa dengan adanya api dalam perut bumi. Orang Cina menghubungkannya debgan jatuhnya bola dari mulut naga besar bermain diatas  bumi.
            Dikenal 3 jenis utama gempa bumi :
a)        Gempa bumi tektonik
Gempa bumi tektonik disebabkan oleh pelepasan tenaga yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet yang ditarik dan dilepaskan dengan tiba - tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh adanya tekanan yang terjadi antar batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Tektonik lempeng adalah suatu teori yang menerangkan proses  dinamika  bumi  tentang  pembentukan  jalur pegunungan, jalur gunung api, jalur gempa bumi dan cekungan endapan di muka bumi yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng bumi. 
Menurut  teori  ini,  kerak  bumi (lithosfer)dapat diterangkan ibarat suatu rakit yang sangat kuat dan relatif dingin yang mengapung di atas mantelastenosferyang liat dan sangat panas. Atau, bisa juga disamakan dengan es yang mengapung di atas air laut. Ada dua jenis kerak bumi, yakni kerak samudera yang tersusun oleh batuan bersifat basa dan sangat basa, yang dapat dijumpai di samudera yang sangat dalam dan kerak benua yang tersusun oleh batuan asam dan lebih tebal dari kerak samudera. Pada dasarnya kerak bumi bersifat menutupi seluruh permukaan bumi, namun akibat adanya aliran panas yang mengalir di dalam astenosfer menyebabkan kerak bumi ini pecah menjadi beberapa bagian yang lebih kecil yang kemudian disebut lempeng kerak bumi. Dengan demikian, lempeng bumi terdiri dari kerak benua, kerak samudera atau keduanya. Arus konveksi tersebut merupakan sumber kekuatan utama yang menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng bumi.
 Dalam teori Tektonik Lempeng, pergerakan lempeng bumi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu: Pergerakan yang saling mendekati, saling menjauh dan saling berpapasan.
b)        Gempa volkanik
Gempa bumi volkanik adalah gempa bumi yang terjadi akibat adanya aktivitas volkanisme. Aktivitas volkanisme dan gempa bumi sering terjadi secara bersama-sama sepanjang batas lempeng di seluruh dunia, di samping
itu ada pula sebagian yang terjadi pada wilayah lempeng volkanik dalam, seperti gunung api Hawaiin.
c)        Gempa buatan/gempa runtuhan ( sudden ground shaking )    
Gempa  runtuhan  adalah  gempa  bumi  yang  terjadi  akibat  runtuhnya atap gua, runtuhnya atap tambang dan sebagainnya.

Yang paling keras adalah gempa tektonik dan sulit untuk diramalkan kejadiannya. Pada umumnya sumber gempa yang berkaitan dengan kejadian tektonik terletak jauh di bawah permukaan bumi sampai kedalaman 700 km. imbasnya menjalar ke permukaan bumi yang terletak secara vertika, mendatar maupun menunjam.
Atau berdasarkan jarak Hiposentrum dari permukaan bumi, gempa dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut :
a)        Gempa dangkal, jika jarak hiposentrumnya kurang dari 100 km.
b)        Gempa pertengahan, jika jarak hiposentrumnya antara 100-300 km.
c)        Gempa dalam, jika jarak hiposentrumnya lebih dari 300 km dari permukaan bumi.
Gempa-gempa yang hiposentrumnya dangkal seringkali menimbulkan kerusakan yang lebih berat dibandingkan gempa dalam. Besar kecilnya kekuatan gempa, biasanya diukur dengan menggunakan skala tertentu, misalnya skala richter.
Sedangkan Mercalli mendasarkan skala pada intensitas gempa yang ditaksir berdasarkan efek geologis dan pengaruhnya terhadap bengunan-bangunan yang dibuat manusia.
Selain itu, gempa bisa berasal dari kegiatan-kegiatan gunung-gunung yaitu runtuhan dan longsor.

2.      Epidemiologi Angin Kencang
Angin kencang (hurricane, typhoon, cyclone) merupakan bentuk bencana alam yang mempunyai cirri khusus yakni berpindah dan meluas dengan sangat cepat dan nyaris tidak dapat dihindari
Kejadian angin topan (hurricance) yang pernah melanda dunia :
a)      Hurricane Diane, 1995 sepanjang pantai atlantik dari north caro sampai New England dengan membunuh 184 orang.
b)      Hurricane Audrey, 1957, menyerang dari Texas hingga Alabama dan membunuh 390 orang.
c)      Hurricane Donna, 1960, menyerang Pantai Florida dan Negara bagian New England.
d)     Hurricane Carla, 1961, di pantai Texas.
e)      Hurricane Flora, 1963, membunuh 5000 orang di Haiti dan 1000 orang dan 750.000 orang kehilangan tempat tinggal.
f)       Hurricane Betsy, 1965 di Bahma, Florida danLousiana.
g)      Hurricane Beulah, 1967, menyerang pulau-pulau Carabia, Mexico dan Texas.
h)      Hurricane Camile, 1967, menyerang Virginia sampai Lousiana mencakup 7 negara bagian Amerika Serikat.
i)        Hurricane Gillbert, 1988
j)        Hurricane Hugo, 1989
Mencakup berbagai bentuk angin ini diidentifikasi dengan pemberian nama orang.

3.      Epidemiologi Kekeringan (Drought)
Ketika terjadi musim kemarau panjang, air mulai terbatas alias langka, maka pertanda telah terjadi kekeringan. Pengertian kekeringan amat beragam tergantung latar belakang keilmuan dan cara pandang seseorang, tetapi pada intinya tentang hubungan kebutuhan dan ketersediaan. Secra spesifik kekeringan meteorologist didefinisikan sebagai suatu interval waktu yang mana suplai air hujan actual pada suatu lokasi jatuh/turun lebih pendek dibandingkan suplai air klimatologis yang sesungguhnya sesuai estimasi normal.
Kekeringan sudah jelas berhubungan dengan kehidupan agraris sama dengan petaninya sebagai sasaran utama. Namun kekeringan pada akhirnya akan menimpa seluruh penghuni daerah kekeringan.
Pengetahuan indeks kekeringan juga amat penting diketahui dalam pengelolaan masalah kekeringan. Indeks kekeringan menggambarkan suatu ukuran dari perbedaan kebutuhan dan ketersediaan sumber air dan merupakan bagian dari sistem pendukung keputusan yang berhubungan dengan kekeringan. Untuk utilitas air local akan menggunakan indeks kekeringan untuk menginformasikan pembatasan penggunaan air dan mengumumkan ketersediaan air yang ada pada pemakai (public).
Kekeringan merupakan masalah yang kompleks dalam pengelolaannya karena melibatkan cukup banyak stakeholder dan membutuhkan aksi individu atau kolektif terpadu untuk mengamankan suplai air. Di bidang pertanian, kekeringan merupakan bencana terparah dibandingkan dengan bencana lainnya karena ketika air tidak ada maka tida ada satu pun tanaman yang bisa hidup, kalaupun tanaman hidup sudah dapat dipastikan tumbuh merana dan gagal panen.

4.      Epidemiologi Letusan Gunung
Gunung asalah suatu daerah berbentuk daratan yang mempunyai perbedaan tinggi yang menyolok atau menonjol dibandingkan dengan daerah di sekitarnya. Gunung biasanya lebih tinggi dan curam jika dibandingkan dengan bukit. Dalam Encyclopedia Britannica, suatu daratan yang menjulang tinggi didefinisikan sebagai gunung apabila memiliki puncak dengan ketinggian lebih dari 2.000 kaki atau 610 meter. Pada umumnya gunung berada di atas daratan, namun ada juga gunung yang berada di bawah permukaan laut.
Sedangkan gunung berapi adalah gunung yang mempunyai lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan magma, gas, atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Atau secara teknis, gunung berapi adalah suatu sistem saluran fluida panas yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 kilometer di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi. Fluida panas ini juga termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkn pada saat gunung meletus. Sistem saluran fluida panas ini berupa batuan dalam wujud cair yang disebut lava.
Keberadaan gunung berapi sangat berhubungan dengan struktur dan pergerakan lempeng bumi. Oleh karena itu, sebelum kita membahas gunung berapi dan proses pembentukannya, kita pelajari terlebih dahulu struktur bumi dan pergerakan lempeng bumi, serta tenaga endogen dan eksogen.
Indonesia merupakan gugusan pulau yang kaya gunung berapi. Dengan gunung berapi inilah yang berpotensi untuk meletus. Letusan gunung sebagai gangguan kesehatan darurat ditandai dengan kejadiannya selain cepat, letusan gunung bisa bersusulan dan susulannya bisa kecil pada tetapi tidak jarang justru lebih besar. Untuk itu letusan gunung mendadak (acut) tetapi bisa menjadi ancaman khronik dengan susulan-susulan letusannya.
Indonesia memiliki 128 gunung berapi aktif, setara dengan 15% jumlah gunung berapi di dunia. Diantaranya pernah meletus lebih 70 kali. Dari gunung-gunung berapi ini sudah tercatat lebih dari 70 letusan dengan korban tidak kurang dari 175.000 orang orang dengan jumlah gunung ini maka luas daerah yang terancam risiko letusan gunung adalah seluas 16.620 km dengan jumlah penduduk luasnya sekitar 3 juta orang.



C.    Dampak & Aspek Kesehatan
Bencana itu mengenai orang banyak/missal dan berlangsung singkat, dimana dampaknya sangat besar. Bahkan bisa sampai pada tingkat kejadian total (total destroyed).
Terbentuk dampak atau akibat yang terjadi dari suatu gempa bumi memberikan kesehatan darurat adalah :
Terhadap  lingkungan fisik :
1)        Akan infra struktur
2)        Akan bangunan rumah, kantor.
Terhadap manusia/masyarakat :
Kematian.
Penyakit :
Khususnya penyakit-penyakit infeksi seperti diare, ISPA, malaria, dengue.
Kelaparan/kekurangan makanan/minuman terhadap lingkungan biologis :
Gangguan kehidupan dan kelestarian flora dan fauna yang bisa berkurangnya sampai menghilangnya suatu spesies tertentu akibat oleh bencana. Kebakaran hutan misalnya, tidak hanya membakar pohon, hutan tetapi segala isi hutan seperti binatang (fauna) maupun makhluk hidup lainnya.
Berikut ini beberapa Dampak dari berbagai kejadian Epidemiologi Bencana Alam :
1.    Dampak Gempa Bumi
Dampak gempa bumi akan terkait dengan keadaan dimana gempa terjadi. Salah satu faktor yang terkait dengan dampak gempa adalah kepadatan penduduk dan bangunan yang berada diatas dimana gempa itu terjadi. Karena itu, keprihatinan terhadap dampak gempa ini makin meningkat jika gempa itu terjadi di daerah perkotaan padat penduduk.
Dampak dari gempa bumi dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Dampak primer (langsung)      
1)      Bergeraknya tanah akibat gempa, terutama gelombang permukaan.
2)      Pensesaran, bila permukaan tanah tersesarkan, bangunan - bangunan  terbelah, jalan terputus dan segala sesuatu yang dilalui sesar  akan terbelah.
b. Dampak sekunder (tidak langsung)    
 1). Kebakaran       
 2). Tanah longsor       
 3). Tsunami        
Dampak  dari  gempa  bumi  sangat  bervariasi.  Gempa  bumi  yang  terjadi pada dua tempat yang berbeda dengan magnetudo sama dapat menyebabkan kerusakan yang berbeda. Kerusakan akibat gempa bumi dipengaruhi oleh beberapa variabel, antara lain: kondisi geologi dan jarak dari pusat gempa.
Dampak paling parah yang diakibatkan oleh gempa bumi, selain korban jiwa adalah banyaknya bangunan fisik yang mengalami kerusakan. Infra struktur yang rusak diantaranya berupa bangunan rumah, gedung-gedung perkantoran dan gedung sekolah, jalan serta jembatan. Kerugian lingkungan seperti terjadinya rekahan-rekahan di pekarangan masyarakat, serta tumbangnya pepohonan.       
 Dalam  penilaian  asset  yang  dimiliki  oleh  masyarakat  seharusnya dilakukan dengan pendataan jumlah jiwa anggota keluarga dan juga harta benda (ekonomi). Hal ini dilakukan untuk mempermudah nantinya jika terjadi bencana dalam pendataan jumlah kerugian yang diderita serta pemberian bantuan dalam mitigasi selanjutnya. Tindakan mitigasi seharusnya dapat membantu masyarakat mengurangi kerugian ekonomi di masa mendatang, membantu para anggota masyarakat menahan kerugian dan memperbaiki kemampuan mereka untuk pulih kembali setelah mengalami kerugian akibat bencana yang terjadi.
Berbagai kota besar/padat yang telah pernah digebrak oleh gempa adalah :
a)      Jakarta (10 juta), tahun 1993 dan 17 maret 1997
Gempa berkekuatan 4,0-6,0 skala Richter selama 20 detik.
b)      Los Angeles (12,4 juta) di Amerika Serikat
Gempa bumi ini terjadi didaerah Nortridge, 1994
c)      Mexico City (15,7 juta) di Meksiko
Gempa di tahun 1995 ini menyebabkan kematian penduduk sekitar 10.000 jiwa, puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggal, menghancurkan 34.000 gedung dan merusak 65.000  gedung lainnya.
d)     Potenza (100.000), Solerna (200.000), Avellino (50.000) di Italia.
e)      Kairo (9,7 juta) di Mesir
f)       Changshan (1,8 juta) di China
g)      Kobe (1,5 juta) di Japan
Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam, telah menimbulkan bencana yang besar di berbagai belahan bumi. Korban jiwa, harta benda, serta kerusakan fasilitas umum seperti jalan, jembatan, dan sebagainya tidak dapat lagi dihitung nilainya akibat gempa bumi, karena jumlahnya yang demikian besar. Beberapa kejadian bumi yang telah menimbulkan kerugian yang amat besar antara lain :
1)      Gempa bumi di Jepang yang terjadi pada tanggal 1 September 1933 telah menimbulkan gelombang laut yang sangat besar datang dari Teluk Sogami, 70 mil sebelah timur dari kota Tokyo. Gelombang laut yang sangat besar yang disebabkan oleh gempa disebut tsunami.
Kerusakan yang terjadi, rumah-rumah hancur luluh, pipa-pipa gas dan pipa air putus, kebakaran terjadi di segala penjuru kota Tokyo. Dalam waktu 18 jam, 64% dari seluruh rumah di ibukota Jepang itu terbakar, dan menurut catatan terakhir 366.161 buah rumah terbakar. Korban jiwa mencapai 35.000 jiwa, termasuk hilang menjadi 59.065 jiwa.
2)      Gempa bumi di Pantai Peru tahun 1970 telah menyebabkan beberapa kota hancur, dan 70.000 jiwa meninggal.
3)      Gempa bumi di Guetemala (Amerika Tengah) pada tahun 1976 telah menyebabkan sekitar 1 juta penduduk kehilangan rumah, 80.000 orang luka-luka, dan 23.000 jiwa meninggal.
4)      Gempa bumi di San Fransisco (Amerika Serikat) pada tahun 1989 telah menyebabkan kebakaran di berbagai bagian kota, jembatan-jembatan runtuh, 3.000 orang luka-luka dan meninggal 100 orang.
5)      Gempa bumi yang terjadi di Iran, Desember 2003 menelan korban jiwa lebih dari 20.000 jiwa. Keadaan ini menjadikan pemerintah Iran berencana memindahkan lokasi ibu kotanya yang lebih terbebas dari gempa bumi.
6)      Gempa bumi di Aceh dan Nias
Minggu tanggal 26 Desember 2004 pukul.07.50 WIB gempa dahsyat yang kemudian diikuti oleh gelombang tsunami yang sangat besar, telah menghancurkan sebagian besar daerah pantai barat Aceh dan sebagian kecil pantai timurnya, serta pantai Pulau Nias di Sumatera Utara. Tsunami yang ditimbulkan gempa tersebut tidak hanya melanda Aceh dan Nias, tetapi meluas ke beberapa Negara di Asia Tenggara dan Samudera Hindia seperti Malaysia, Myanmar dan Thailand di Asia Tenggara, Srilanka, India, dan Banglades di Asia Selatan, bahkan sampai ke Negara-negara di bagian barat Benua Afrika seperti Kenya, Madagaskar, Tanzania, Maladewa, Mauritueis, Seychelles, dan lain-lain.
Jumlah korban jiwa meninggal dan hilang lebih dari 200.000 orang, puluhan ribu rumah hancur, kerusakan-kerusakan sarana dan fasilitas-fasilitas umum yang luar biasa, telah mengundang rasa simpati dan solidaritas manca Negara untuk membantu dan membangun Aceh dan Nias kembali bersama dengan rakyat dan Pemerintah Indonesia
7)      Gempa bumi di Yogyakarta
Gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah terjadi tanggal 27 Mei 2006 pukul.05.55 WIB selama 57 detik dengan kekuatan 5,9 SR. hiposentrum terletak pada 8,26º LS dan 110,31ºBT, dengan kedalaman 33 km berada sekitar 25 km selatan barat daya kota Yogyakarta. Gempa yang berlangsung walaupun hanya sekitar 57 detik, telah menimbulkan kerusakan dan korban jiwa yang cukup besar. Kerusakan terparah dan korban jiwa yang terbesar terdapat di Kabupaten Bantul dan Sleman di Provinsi D.I Yogyakarta dan Klaten di Jawa Tengah serta kabupaten/kota lain dengan jumlah korban yang lebih kecil. Korban meninggal akibat peristiwa ini tercatat 6.234 orang, korban luka berat sebanyak 33.231 orang dan korban luka ringan 12.917 orang. Disamping korban jiwa, kerugian harta benda juga cukup besar jumlahnya tidak kurang dari 7.057 rumah yang roboh, dan peninggalan yang paling bersejarah yatu Candi Prambanan turut pula mengalami kerusakan.
8)      Gempa Pangandaran
Belum dua bulan terjadi gempa di Yogyakarta, pada tanggal 17 Juli 2006 jam 15.19 WIB, terjadi lagi gempa di pantai selatan Jawa Barat di daerah Pangandaran, Cipatujuh, Tasikmalaya, dan Ciamis, kekuatan gempa mencapai 7,2 SR lebih besar dari gempa Yogyakarta, episentrumnya berada pada 9,29º LS dan 107,35º BT, pada kedalaman 33 km di bawah permukaan laut, dengan jarak sekitar 286 km di sebelah selatan Bandung. Gempa bumi ini telah menimbulkan tsunami setinggi 5 meter yang menghancurkan rumah-rumah di sekitar pantai, dan menimbulkan korban jiwa yang meninggal mencapai 658 orang dan hilang 83 orang di samping korban luka-luka yang jumlahnya cukup banyak.
Kejadian-kejadian gempa bumi seperti yang diuraikan tersebut hanyalah merupakan sebagian kecil dari gempa yang telah terjadi di dunia, dan menimbulkan korban harta dan jiwa dalam jumlah besar. Indonesia termasuk Negara yang rawan akan gempa bumi, dan pada umumnya sumber gempa kebanyakan terdapat di dasar laut, sehingga menimbulkan tsunami yang amat berbahaya, seperti di Jawa Timur (Malang Selatan), Nusa Tenggara, dan tempat-tempat lainnya di Indonesia. Gempa di Tarutung (Sumatera Utara), Bengkulu, dan lain-lain telah pula menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi Indonesia.

2.      Dampak Angin Kencang
Dilakukan suatu penelitian dampak dari pada angin kencang di Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen, Di  daerah  penelitian  terdapat  41 rumah  yang  pernah  mengalami  kerusakan ringan hingga berat akibat terjangan angin puting  beliung,  hasil  tersebut  diperoleh dari survei lapangan menggunakan metode purposive sampling.
Berikut Tabel Kerusakan Bangunan dan Skor Kecepatan Angin Di Kecamatan Tanon :
No
Kelurahan
Kerusakan Bangunan
&
Skor Kecepatan
Jumlah
1   
Bonagung 
4
2
2
Gabugan
1
4
3
Gabugan
2
1
4
Gabugan
3
1
5
Gabugan
4
1
6
Gading
3
1
7
Gawan
1
1
8
Jono
2
2
9
Karangasem
1
2
10
Karangasem
3
2
11
Karangasem
4
2
12
Kecik
3
1
13
Kalikobok
4
2
14
Karangtalun
1
3
15
Karangtalun
2
2
16
Karangtalun
3
1
17
Pedas
4
1
18
Pengkol
2
2
19
Sambiduwur
2
1
20
Sambiduwur
3
1
21
Slogo
1
2
22
Slogo
2
1
23
Slogo
3
1
24
Slogo
4
2
25
Swatu
4
1
26
Tanon
5
1

Dari  tabel  di atas menunjukkan  bahwa kerusakan bangunan yang terjadi memiliki beragam  jenis  tingkat  kerusakan  yang diakibatkan  oleh  terjangan  angin  puting beliung,  sehingga  kerusakan  bangunan tersebut mampu dijadikan pedoman untuk memprediksi  kecepatan  angin  di  daerah penelitian  menggunakan  skala  fujita. Hampir  semua  desa  memiliki  sejarah bangunan  yang  pernah  mengalami kerusakan  akibat  terjangan  angin  puting beliung (angin kencang).
3.      Dampak Kekeringan
Dampak umum kekeringan, sebagai salah satu bentuk kekeringan yang terjadi di tahun 1998 adalah disebut EL Nino.. El Nino telah menyebabkan kekeringan dan kebakaran hutan di Indonesia. El Nino telah mengahanguskan lebih dari ribuan hektar areal hutan di Sumatera dan Kalimantan.
Kebakaran hutan tidak hanya menghabiskan hutan dengan segala isinya tetapi asapnya bisa  memberikan polusi setempat maupun bisa ke tempat lain, sampai antar Negara. Kebakaran hutan Sumatera menyeberang ke Singapura dan Malaysia, sedangkan yang di Kalimantan menyeberang ke Serawak.
El Nino membakar hutan sekitar 4.000 km² di Meksiko dan Brasil 52.000 km².
            Dampak khusus kemarau panjang (kekeringan), beberapa dampak khusus yang dapat terjadi dari suatu kekeringan adalah :
a)      Peningkatan kejadian penyakit tertentu, misalnya terjadi KLB penyakit-penyakit infeksi (diare).
b)      Pemetasan penderita gangguan gizi karena paceklik atau berkurangnya ketersediaan bahan makanan.
Adapun dampak kekeringan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, air merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, karena berfungsi sebagai pelarut hara tanaman di dalam tanah dan berperan dalam translokasi hara. Apabila kekringan dalam jangka waktu yang panjang maka pertumbuhan dan produksi tanaman akan berkurang bahkan tidak ada.

4.      Dampak Letusan Gunung
Dalam mengidentifikasi dampak suatu gunung berapi, hal-hal yang menjadi indicator adalah :
a)      Pembagian Zone :
1)      Forbidden Zone (daerah terlarang)
2)      First Danger Zone (Daerah bahaya I)
3)      Second Danger Zone (Daerah Bahaya II)
4)      Luas daerah yang terpapar dengan gunung berapi dengan jumlah penduduk berisiko.
b)      Luas daerah dan populasi yang berisiko terhadap letusan gunung digambarkan sebagai berikut :
1)      Luas daerah geografis Indonesia 1.907.000 km²
2)      Luas area gunung berapi 334.450 km²
3)      Luas area yang terancam bahaya gunung berapi 16.620 km²
4)      Penduduk Indonesia 210 juta
5)      Penduduk yang tinggal di daerah berbahaya 1,4 juta (0,7% penduduk).
Dampak letusan gunung dapat dibagi menjadi dua yaitu dampak positif dan dampak negative sebagai berikut :
a)      Dampak positif letusan gunung
Letusan gunung dapat berdampak positif dan negative bagi manusia dan lingkungan alam. Gunung berapi yang aktif sewaktu-waktu dapat mengeluarkan magma, gas, dan material lain yang terkandung di dalam perut bumi. Dampak positif letusan gunung berapi antara lain sebagai berikut :
1)   Material hasil letusan gunung berapi berupa pasir dan batu dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan.
2)   Material hasil letusan gunung berapi berupa abu vulkanik dapat menyuburkan lahan pertanian.
3)   Di daerah pegunungan yang dingin dan subur, sangat cocok untuk mengembangkan budi daya tanaman teh dan kopi.
4)   Di daerah pegunungan mempunyai curah hujan yang tinggi. Oleh karena itu, daerah pegunungan merupakan daerah penngkap hujan dan sumber mata air yang baik.
5)   Di daerah vulkanik banyak terdapat usaha pertambangan. Hal itu karena di daerah tersebut banyak ditemukan bahan-bahan tambang seperti belerang, logam, dan permata.
6)   Di kawasan gunung berapi banyak terdapat sumber air panas yang mengandung belerang, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit kulit.
7)   Gejala vulkanik dan pascavulkanik gunung berapi dapat menjadi objek wisata yang menarik.
b)      Dampak negatif letusan gunung
Gunung meletus dapat menyebabkan kerusakan sarana fisik, kerugian harta benda, dan korban jiwa. Kerugian yang ditimbulkan oleh letusan gunung berapi dapat berupa rusaknya jembatan, jalan raya, gedung-gedung, dan perumahan penduduk. Letusan gunung berapi juga dapat menyebabkan rusaknya lahan pertanian dan lingkungan alam, serta terhambatnya kegiatan industry dan roda perekonomian. Tidak hanya itu, letusan gunung berapi juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan jatuhnya korban jiwa, serta meninggalkan persoalan social dan psikologi yang mendalam bagi masyarakat.
Untuk lebih jelasnya, dampak negative letusan gunung dapat dikelompokkan menjadi dampak primer dan sekunder.
1)      Dampak primer
Dampak primer letusan gunung adalah dampak yang berpengaruh secara langsung bagi kehidupan manusia dan lingkungan alam. Bentuk bahaya dari dampak perimer letusan gunung antara lain jatuhan prioklastik, lahar letusan, lelehan lava, awan panas, dan gas beracun.
2)      Dampak sekunder
Dampak letusan gunung yang berpengaruh secara tidak langsung bagi kehidupan manusia dan lingkungan disebut dampak sekunder. Bentuk bahaya dari dampak sekunder letusan gunung antara lain banjir lahar dingin, longsoran vulkanik, banjir bandang, dan tsunami.




D.      Manajemen Kesehatan Darurat atau Bencana
Manajemen  bencana  merupakan  salah  satu  tanggung  jawab  pemerintah  pusat  maupun daerah  bersama-sama  masyarakat  dalam  rangka  mewujudkan  perlindungan  yang maksimal  kepada  masyarakat  beserta aset-aset  sosial,  ekonomi  dan lingkungannya  dari kemungkinan  terjadinya  bencana.  Keikutsertaan  masyarakat  di  dalam  manajemen bencana  perlu  terus  dijaga  dan  terus  dikembangkan.  Pengembangan  keikutsertaan masyarakat  sebaiknya  dilaksanakan  melalui  pemberdayaan  masyarakat  yang  bermuara pada  sistem  manajemen  bencana  yang  berbasis  kepada  kemampuan  masyarakat  itu sendiri  dan  bertumpu  kepada  kemampuan  sumberdaya  setempat  (community  based disaster management).  Tentunya akan lebih baik dan bijaksana apabila para pengambil keputusan  baik  di  pemerintahan  pusat  maupun  daerah,  para  pakar  bencana  alam,  dan masyarakat  semakin  meningkatkan  komunikasi  di  antara  mereka,  agar  mekanisme transformasi  manajemen  bencana  ke  dalam  pelaksanaan  pembangunan  maupun kehidupan sehari-hari dapat berlangsung dengan lebih baik dan lebih populer.
Manajemen  bencana  merupakan  seluruh  kegiatan  yang  meliputi  aspek perencanaan dan penanggulangan bencana. Banyaknya peristiwa bencana yang terjadi dan menimbulkan korban jiwa serta harta benda yang besar, baik di Yogyakarta maupun di seluruh wilayah Indonesia, telah membuka mata masyarakat bahwa manajemen bencana di negara ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Selama ini, manajemen bencana dianggap bukan prioritas dan hanya datang sewaktu-waktu saja, padahal Indonesia adalah wilayah yang tergolong kawasan rawan terhadap bencana. Oleh karena itu, pemahaman tentang manajemen bencana perlu dimengerti dan dikuasai oleh seluruh kalangan, baik pemerintah, masyarakat maupun pihak swasta.
Agar dapat maju dan bersaing dengan bangsa lain, bagi masyarakat yang hidup pada daerah rawan bencana, sudah seharusnya memiliki kebijakan, strategi, perencanaan atau program-program yang dilakukan sebagai upaya meningkatkan kewaspadaan menghadapi bencana, diantaranya dengan memperhatikan kaidah-kaidah kebencanaan dalam pelaksanaan pembangunan, serta jenis dan karakteristik bencana padasuatu wilayah, seharusnya disadari oleh pemahaman terhadap kondisi lingkungan yang memungkinkan atau rawan terhadap suatu jenis bahaya atau bencana. Kondisi lingkungan yang dimaksud adalah kondisi geologi, geomorfologi, iklim dan sosial.  
 Dalam  menempuh  suatu  manajemen  bencana  yang  tepat  hendaknya ditekankan pengertian dan peristilahan yang terkait dengan kebencanaan, antara lain :
1.    Bahaya(hazard)
Suatu kejadian yang jarang terjadi atau kejadian yang ekstrem dalam lingkungan alam maupun lingkungan buatan yang merugikan kehidupan manusia, harta benda atau aktifitas manusia, yang apabila meluas atau membesar menyebabkan bencana.
2.      Bencana(disaster)
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia dan atau keduanya yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana, prasarana, dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan masyarakat. 
3.      Risiko(risk)
Perkiraan kehilangan /kerugian (orang meninggal, luka, kerusakan harta benda, gangguan aktifitas ekonomi) akibat bencana. Risiko merupakan hasil dari bahaya dan kerugian, yang dapat dinyatakan dengan rumus sederhana: R= HxV (E). 
Kerentanan (vulnerability): Tingkat atau derajad kehilangan atau kerugian (dari 0 hingga 100%) yang dihasilkan dari suatu fenomena yang potensial terjadi kerusakan.



Manajemen  bencana  merupakan  seluruh  kegiatan  yang  meliputi  aspek
perencanaan dan penanggulangan bencana,pada sebelumnya, saat, dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai Siklus Manajemen Bencana yang bertujuan untuk :    
a.       Mencegah kehilangan jiwa     
b.      Mengurangi penderitaan manusia
c.       Memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko
d.      Mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda seta kehilangan  sumber ekonomi.
Menurut  Kirbani  (2001:76),  kegiatan  manajemen  bencana  dapat  dibagi dalam tiga kegiatan utama yaitu : 
a.       Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan serta peringatan dini (early warning system).
b.      Kegiatan pada saat terjadinya bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk lebih meringankan penderitaa sementara, seperti kegiatan Search and Rescue( SAR ), bantuan darurat dan pengungsian. 
c.       Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi. 
   
Dalam sistem manajemen bencana hendaknya semua pihak mampu memahami pentingnya tahapan-tahapan dalam upaya penanggulangan bencana, yaitu :
a.       Kegiatan pada tahap pra bencana
Kegiatan pada tahap pra bencana selama ini banyak dilupakan, padahal justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan pasca bencana, hal tersebut dikarenakan pemerintah bersama masyarakat maupun pihak swasta belum begitu serius memikirkan langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan di dalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak dari bencana itu sendiri.
b.      Kegiatan pada saat terjadi bencana
Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama masyarakat maupun pihak swasta. Pada saat terjadi bencana biasanya masyarakat mengalami kepanikan yang sangat luar biasa, dikarenakan pemahaman tentang mitigasi bencana masih sangat kurang misalnya melakukan sistem peringatan dini (early warning system)secara sederhana agar dapat memberi suatu tanda bahaya bagi orang lain. Disinilah pentingnya tindakan mitigasi bencana bagi masyarakat secara menyeluruh agar dapat terhindar dari bahaya bencana gempa bumi.
c.       Kegiatan pada tahap pasca bencana     
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan mengfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah perencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan dan depresi akibat bencana.




E.       Riwayat Alamiah
Kedaruratan dapat dianggap sebagai suatu peristiwa (event) seperti kejadian suatu penyakit. Dengan ini bisa dipahami bahwa suatu seperti halnya suatu penyakit, mempunyai perlangsungan tersendiri yaitu riwayat alamiah (natural history).
Untuk itu, suatu peristiwa kedaruratan dalam perjalanannya dapat dibagi atas 3 tahap :
Masa event, masing-masing bagian mempunyai karakteristiknya sendiri dalam mendapatkan pandangan Epidemiologi.
1.      Pre-Event (sebelum kejadian)
Masa pre-event kurang lebih setara dengan masa pre-patogenesis dalam riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) keadaan masih normal tetapi terdapat keadaan potensial yang menunggu. Walaupun belum ada kejadian, tidak berarti tidak ada upaya epidemiologi yang dapat dilakukan. Pada keadaan ini diperlukan upaya untuk mampumengantisipasi kemungkinan timbulnya suatu ketetapan identifikasi masalah ini akan memberikan modal untuk mampu membuat upaya pencegahan dini yang berencana.
2.      Pos-Event (sewaktu kejadian)
Masalah sewaktu kejadian tentu berkaitan erat dengan jenis musibah atau masalah yang sedang timbul. Wabah demam tifoid pada keadaan tertentu lebih kecil masalahnya dari suatu gempa yang pada suatu areal luas.
3.      After Post-Event (setelah kejadian)
Panjang masa dari masing-masing event berbeda sesuai bentuk-bentuk masalah kesehatan darurat yang terjadi. Secara umum masa yang relative singkat atau mendadak. Masa event juga relative sangat pendek sedangkan masa post-event yang cenderung panjang saat dampak yang timbul memerlukan masa recovery atau kejadian yang lama.
           
Sesuai dengan riwayat perjalanan suatu musibah maka upaya penanggulangannya disesuaikan dengan 3 tahap peristiwanya. Untuk itu upaya penanggulangan diberikan berupa :
1.      Penandaan kepedulian (alert sign)
2.      Perhatian terhadap tanda (learning sign)
3.      Tindakan terhadap bahaya (alarm sign)
4.      Relief Evakuasi pada masa pasca krisis
Masalah dalam post-event juga berkaitan dengan jenis masalah ialah, musibah banjir bisa timbul berbagai jenis penyakit (flood related disaster), musibah gunung meletus dapat terjadi polusi dan meluasnya wabah air, musibah kebakaran hutan asapnya masih bergelantungan dan bisa tertiup ke kota atau Negara tetangga.
Melihat dari besarnya masalah maka masalah yang timbul setelah kejadian (dampak) musibahlah yang terbesar. Bahkan ada dampak yang berlangsung sangat panjang (long effect) misalnya volcanic soil di Afrika penyebab epidemic Kaposi’s Sarcoma.
Masa pasca-krisis (post-event) adalah masa yang tidak singkat yang setelah suatu musibah yang terkadang dilupakan. Setelah suatu musibah diatasi, suatu musibah sudah dianggap usai. Justru masalah yang telah pentingnya untuk menjadi perhatian dan harus ditanggulangi kejadian-kejadian baru setelah musibah.
Pasca krisis dapat ditemukan hal-hal seperti, kelompok masyarakat yang selamat hidup, maka bukan tanpa masalah karena kemungkinan, akibat dari musibah, mereka mempunyai masalah psikologis (ketakutan) dan ketegangan (stress). Kelompok yang cidera, mereka masih perlu mendapatkan pelayanan pengobatan dan rehabilitasi yang kemungkinan bersifat khronik. Kelompok korban (mati), setelah musibah terjadi maka akan ditemukan korban-korban yang perlu tindakan lanjut baik dari petugas/pemerintah maupun masyarakat sendiri.
Keberhasilan penanganan masalah pasca krisis memerlukan tindakan yang lebih besar dari masyarakat selain apa yang dapat dilakukan oleh pihak pemerintah. Masyarakat memang diharapkan untuk menolong dirinya sendiri (self reliance) dalam setiap masalah yang dihadapinya dengan memberdayakan seluruh potensi sebagai subyek pembangunan.
Upaya-upaya ini ditujukan untuk menanggulangi masalah musibah darurat yang diharapkan dapat mengendalikan (control) menguranginya (reduction), kalau perlu melakukan eliminasi sampai ke-4 eradikasi.
Penanggulangan masalah kesehatan darurat menekankan kemandirian masyarakat sendiri, dengan tetap bekerja sama pada bantuan dari pihak terkait, dalam menanggulangi seperti halnya dalam upaya penanggulangan masalah kesehatannya. Dalam upaya penanggulangannya tetap memperhatikan untuk suatu pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yang dilakukan oleh masyarakat sendiri (self reliance) dengan pemberdayaan potensi manusia secara terpadu dengan tatanan kearifan lokalnya sebagai suyek pembangunan dalam suatu dukungan interkoneksitas (keterpaduan/kemitraan). Dari konsep penanggulangan menerapkan suatu pelayanan yang merupakan suatu yang tahan banting krisis. Tantangan ini dijawab dengan kemampuan interkoneksitas yang memungkinkan subyek pembangunan dapat melakukan pemecahan tidak terpuruk total dalam menghadapi krisis. Ataupun, dengan yang lain, memperkuat interkoneksitas sehingga mampu melakukan new equilibrium yang selamat dari krisis.




F.       Faktor Risiko Kesehatan Darurat
Pembicaraan mengenai faktor risiko dalam suatu masalah kesehatan dapat mencakup :
1.      Characterization
2.      Exposure
3.      Preasurement
4.      Assessement
5.      Perseption
6.      Managemenent
Setiap kejadian menurut konsep epidemiologi tidak terjadi dengan apa adanya tetapi suatu proses yang berkaitan dengan apa yang disebut risiko. Dari aspek pendekatan epidemiologi, faktor risiko inilah menjadi pendukung dan penentu (determinant) terjadinya suatu epidemic ataupun musibah.
Risiko bisa mengancam dimana-mana. Wabah bisa terjadi saat musibah datang mendadak dan tidak terelakkan. Tidak tergantung Negara itu masih sedang berkembang ataupun sudah maju. Bahkan makin modern suatu masyarakat makin cenderung untuk rekontruksi musibah. Musibah itu berasal dari pola tingkah laku (life style) hingga manusia modern berpeluang lebih tinggi bertingkah laku memprovokasi musibah.
Upaya konstribusi pihak manusia terhadap gangguan kemanusiaan dalam ungkapan :
Don’t kill people ; people kill each other with guns and that outlaw will not get at the heart of the problem” (The National Riflection. Hanlon.1984). Bukan bedil yang membunuh manusia, tetapi manusialah yang saling membunuh memakai bedil.
Walaupun dunia ini bebas dari penyakit, kehidupan manusia membunuh dengan risiko (WHO,1997). Dunia masih dipenuhi dengan risiko berupa kerusuhan, pembunuhan, bunuh diri, terjatuh, bahkan risiko di tempat rekreasi.
            Detik demi detik bahaya dan risiko mengancam. Ancaman berasal dari sesame manusia sendiri. Setiap 2 detik terjadi 1 kejahatan, setiap 3 detik terjadi 1 jenis penjarahan (property crime), setiap detik terjadi 1 jenis pencurian, setiap 20 detik terjadi 1 kejahatan pencurian kendaraan. Suatu gambaran keadaan di Amerika Serikat, 1989.  Belum lagi perang, tawuran, kerusuhan,pembunuhan, pemerkosaan dan segala bentuk kekerasan antar manusia melibatkan banyak orang, termasuk bayi-bayi tanpa dosa atau perempuan-perempuan utuh perawan
            Belum lagi risiko yang berasal dari lingkungan sekeliling. Gunung bisa meletus, air hujan bisa jadi banjir, dan api bisa membakar hutan dan sekelilingnya. Udara penuh dengan polutan : asbes, carbon, plumbum dan mungkin mengandung komponen beracun.
            Lingkungan kehidupan yang diharapkan menunjang kesehatan manusia semakin memprihatinkan. Telah terjadi perubahan iklim (global clime change) dan sangat tidak bersahabat. Disertai dengan makin merosotnya lapisan ozon. Telah terjadi pemerosotan keanekaragaman hayati (biological diversity decrease), penyempitan pada sumber air dan lautan, penurunan kualitas hutan dan terjadinya penggurunan (deforestration and desertification), ditambah pertambahan penduduk yang cepat (Interparlieamentary Conference Global Environment, Gunawan, 1990). Karena itu misalnya, tidak terherankan jika bumi makin terasa panas. Berlipat gandanya konsentrasi antioksida di atmosfir telah menaikkan suhu bumi sebesar 1,5 sampai berlipat (Brown,1995)
            Dari bentuk risiko dan musibah ini dituangkan dalam bahasa epidemiologi dengan memakai pernyataan satuan angka (rate), dengan risiko relative (relative risk), dan nilai-nilai risiko perbandingan sejak dari kandungan manusia itu sudah diancam risiko. Kejadian itu adalah hasil dari suatu pertarungan besar-besaran. Sejumlah berjuta sperma berlaga memperebutkan sebuah telur (ovum) untuk membentuk zygote sebagai cikal bakal kehidupan. Bayi yang akan lahir di tanah pertiwi ini diancam dengan risiko yang cukup tinggi. Angka kejadian bayi 50 per seribu berarti bahwa sebanyak 50 diantara bayi itu pengganti dari  1000 bayi yang dilahirkan hidup sebelum berulang tahun.
            Kaum ibu harus menerima angka kematian ibu 250 per 100.000 kematian yang berarti bahwa 250 ibu harus meninggal dari 100.000 diantara mereka yang hamil atau melahirkan bayi. Seorang pengendara sedang tidak pakai helm, lepas minum bir dan balapan mempunyai kecelakaan sebesar 11 kali lebih besar dari pada seorang pengendara sedang baik. Demikian pula, seorang perokok berat yang merokok setiap batang sehari harus mengandung risiko mati lebih cepat 3,5 kali dibandingkan seseorang tanpa rokok. Contoh lain, faktor risiko yang berkaitan dengan kebakaran (fire) jenis kelamin wanita yang lebih berisiko disbanding pria, pada umur yang terbentuk <15 tahun, dengan social ekonomi rendah, atau di kalangan peminum alcohol dan kurang pendidikan keselamatan.
            Dalam menentukan faktor risiko ini diperlukan pendekatan epidemiologi berupa penelitian atau investigasi. Sebagai suatu masalah Gregg memperkenalkan 10 langkah penelitian epidemiologi (Ten Steps of a Field Epidemiology) berupa :
1.        Konfirmasi diagnosis
2.        Pendefinisian kasus dan perhitungan kasus
3.        Orientasi data dalam hal waktu, tempat dan person
4.        Penentuan mereka yang risiko jatuh sakit
5.        Pengembangan hipotesis dan pengujian hipotesis
6.        Pembandingan hipotesis dengan kenyataan lapangan
7.        Perencanaan pelaksanaan penelitian
8.        Penyiapan laporan tertulis
9.        Pelaksanaan upaya intervensi dan pencegahan
Penelitian ini diharapkan akan mendapatkan faktor risiko suatu musibah untuk menjadi pegangan dalam menentukan upaya intervensi pencegahan yang sesuai untuk dilakukan.
Dalam melakukan analisis risiko maka karakteristik risiko yang menurut persepsi masyarakat (risk perception) terhadap risiko perlu dilakukan, yang mencakup faktor-faktor :
1.      Pengetahuan (knowledge), menyangkut kesadaran masyarakat terhadap bahaya, misalnya kesadaran terhadap bahaya food additive
2.      Pemberitahuan (newness), pengalaman masyarakat terhadap risiko itu.
3.      (Volunteriness), kemungkinan untuk melakukan pilihan/ terhindar terhadap kemungkinan bahaya itu, misalnya kalau mengenai criminal maka tidak ada kemungkinan untuk menghindar.
4.      Control, kemampuan untuk mengendalikan diri terhadap risiko yang sedang terjadi.
5.      (Dreadedness), rasa takut masyarakat terhadap risiko
Selain itu, hal-hal lain yang berkaitan dengan sikap dan perilaku masyarakat terhadap musibah berkaitan juga dengan faktor seperti :
1.      Soladiritas (familiarity), apakah maslah itu sudah biasa/sudah dikenal telah terjadi sebelumnya atau tidak. Jika belum ada pengalaman, berisiko musibah itu lebih tinggi disbanding jika masyarakat sudah pernah mengalami sebelumnya/sudah tahu bagaimana menghadapinya.
2.      Dampak pada anak-anak, hal-hal yang member dampak pada anak-anak lebih member perhatian masyarakat.
3.      Manifestasi efek, jika efeknya segera dan langsung kepada masyarakat maka masyarakat member perhatian yang lebih besar.
4.      Perhatian media, jika mendapat liputan atau perhatian media maka perhatian masyarakat juga meningkat.
5.      Reversibilitas, kalau bersifat tidak reversible maka meningkatkan perhatian masyarakat.
Menentukan keberadaan keterpaparan faktor risiko (risk exposure) dapat dilakukan risk assessment. Penilaian risiko ini merupakan proses estimasi kemungkinan efek merusak (adverse effect) yang berakibat keterpaparan hingga terjadinya gangguan kesehatan tertentu.
Penentuan ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan berapa banyak perbuatan kasus (excess cases) suatu penyakit akan terjadi dalam suatu kejadian tertentu karena terpapar oleh suatu faktor risiko tertentu pada level dosis tertentu.
Bentuk suatu gangguan alamiah (natural hazard), pertanyaan assessment mengarahkan lebih spesifik dimana ditanyakan berapa excess cases terjadi pada suatu populasi tertentu karena suatu peristiwa gangguan dalam suatu derajat kerusakan (severity) tertentu. Untuk itu risk assessment yang dilakukan juga mengalami modifikasi dari 4 langkah yang sering dilakukan, yakni dengan :
1.      Hard identification
2.      Factor characterization
3.      Sure characterization
4.      Characterization
Berdasarkan assessment ini maka dapat dilanjutkan suatu risk assessment yang mencoba menjawab berapa besar risiko tertentu yang akan terjadi setelah dilakukannya suatu upaya pencegahan sedangkan dengan tanpa upaya pencegahan. Pertanyaan ini dapat dilakukan dengan mendapatkan hitungan suatu preventable fraction yang memberikan nilai estimasi dan efikasi dari penurunan (reduksi) suatu keadaan kesehatan sebagai hasil dari suatu strategi pencegahan pada komunitas tertentu. Selanjutnya dengan efektifitas pencegahan perhitungan cost-effectiveness dari suatu pilihan.

             


G.      Upaya Pencegahan Kesehatan Darurat
Berbagai suatu masalah kesehatan maka diperlukan pendekatan pencegahannya dari seluruh 6 tingkat upaya pencegahan. Secara umum dalam pendekatan kesehatan masyarakat dikenal 6 tingkat pencegahan :
1.      Prevention
2.      Health Promotion
3.      Specific Protection
4.      Early Diagnosis
5.      Prompt Treatment
6.      Rehabilitation
Kegiatan pencegahan secara khusus dilakukan terhadap masalah kesehatan darurat dengan melakukan berbagai bentuk intervensi yang bertujuan untuk :
Menyediakan kebutuhan dasar minimal (basic minimum requirement) menurunkan vulnerabilitas (reducing vulnerability) ; misalnya tempat berlindung, air dan pelayan kesehatan. Menurunkan keterpaparan dari faktor risiko.
Berdasarkan keenam upaya pencegahan dan tujuan intervensi yang dipaparkan diatas maka epidemiologi melakukan upaya pendekatan dengan diadakan modifikasi tersendiri dalam menghadapi masalah kesehatan darurat. Masalah kesehatan darurat karena sifatnya memerlukan bentuk-bentuk pencegahan yang berupa peringatan (sign) tersendiri untu mengingatkan dan menyadarkan masyarakat tentang keberadaan dan ancaman bahaya kesehatan darurat.
Dapat dikemukakan disini 3 bentuk tanda-tanda peringatan (sign) yang memberikan kepada masyarakat dalam masa pre-event dalam bentuk :
1.      Peringatan Peduli (alert sign) sebagai lampu hijau
Mengingatkan masyarakat berbagai faktor risiko yang telah dimodifikasi sehingga masyarakat dapat menjauhkan diri secara dini terhadap kemungkinan risiko yang dapat terjadi. Terhadap keadaan lingkungan maka dapat diinformasikan tentang ramalan cuaca dan upaya-upaya menyadarkan masyarakat. Misalnya, masyarakat diberikan tanda peduli terhadap risiko pasangan seks dalam menghadapi risiko serangan HIV/AIDS.
2.      Peringatan Siaga (warning sign) sebagai lampu kuning
Memberikan kesiagaan masyarakat tentang berbagai kejadian yang terjadi yang setiap waktu bisa datang dan mengenai mereka : disaster weadness, aseismic building code, smoking alarm.
3.      Peringatan Bahaya (alarm sign) sebagai lampu merah
Mendorong masyarakat untuk segera dan sudah bertindak karena berada sangat dekat dan setiap saat dapat mengancam dibunuh.
Yang berada pada radius luapan lahar letusan gunung harus member tanda bahaya berupa pindah dari tempat pemukimannya.
Terhadap musibah kesehatan masyarakat ini PBB dalam pencegahannya United Nations General Assembly telah menyatakan telah menjadi International Decade for Natural Disaster Reduction. Dalam berbagai upaya preventif dan intervensi dilakukan untuk pencegahan kejadian bencana alam. Dalam aplikasi terhadap masalah kesehatan darurat ibu hamil maka Departmen Kesehatan memperkenalkan konsep “SIAGA” singkatan dari Siap, Antar dan Jaga. Sigap ini dianggap sebagai sikap peduli yang diharapkan dilakukan oleh keluarga ibu hamil menyelamatkan jiwa ibu dari ancaman kematian ibu yang masih tinggi.



H.      Surveilens Kesehatan Darurat
Upaya surveilens bencana serupa dengan prinsip surveilens epidemiologi lainnya, hanya saja disini berkaitan erat dengan waktu yang merupakan tindakan yang segera, sehingga diperlukan percepatan langkah-langkah surveilens dalam pengumpulan data sampai pengumpulan keputusan untuk masukan terhadap masalah bencana missal yang dihadapi. Surveilens (surveillance) dimaksud adalah the on going, the collection, analysis and interpretation of health data essential running, implementation and evaluation of public health practictly intergrated with timely dissemination of these data to those to know.
Dalam penerapan surveilens kesehatan darurat, dilakukan langkah-langkah-langkah kegiatan surveilens yang meliputi :
1.      Identifikasi kasus
Seorang kasus/korban suatu musibah bisa saja tidak ada identitas atau karena kecelakaan yang menimpanya menjadi diidentifikasi secara biologis/medis
2.      Perhitungan besarnya masalah
Dimaksudkan untuk menentukan wilayah daerah atau banyaknya masyarakat yang menjadi korban langsung maupun tidak langsung terancam musibah.
3.      Pelarian penyebab atau sumber malapetaka
Pelarian sumber informasi terkait dengan bencana, penanganan pasca perawatan setelah korban kembali ke komunitasnya disaster assessment, evaluasi dan studi tentang bencana yang telah terjadi.

Salah satu tujuan utama lainnya dari surveilens adalah untuk mengetahui besarnya masalah atau besarnya dampak yang terjadi akibat musibah. Suatu survey dilakukan di Somalia mengenai akibat dari kelaparan yang melanda Negara itu di tahun 1992 (Nopember dan Desember) pada tempat-tempat pengungsian didapatkan angka kematian. Kematian ini lebih menonjol pada tempat penampungan sementara. Penyebab kematian berkaitan terjadinya penyakit menular (campak dan diare).
Selain itu, kegunaan surveilens ditujukan untuk menghindari kejadian yang tidak perlu (unnecessary) ataupun terlambat (outdated). Diingat bahwa bagaimanapun cepatnya tindakan yang harus butuh kecermatan tetap diperlukan. Misalnya, pada bantuan obat-obatan atau makanan bisa terjadi kemungkinan kesalahan label.
Waktu terjadi Angin topan Andrew (Hurricane Andrew) di tahun 1992, dilakukan kegiatan surveilens untuk mengetahui keaadan masyarakat dan wabah (outbreak) yang terjadi. Penyakit-penyakit yang dijejaki adalah penyakit saluran pencernaan, infeksi saluran pernapasan, dan injuri selama Agustus (seminggu setelah angin rebut) September 1992. Ditemukan pengunjung tempat pelayanan kesehatan sebanyak 41,3% yang mengalami gangguan kesehatan dimana korban yang mengalami kejadian diare sebanyak 4,7% batuk 4,7% dan infeksi lainnya 9,6%. Tidak ditemukan wabah tetapi adanya rumor tentang wabah diare.
Kegunaan akhir dari surveilens adalah dipergunakannya data yang relevan untuk perencanaan dalam pengembangan regional (terutama korban planning/masalah bentuk bangunan) yang tangguh terhadap kejadian bencana yang setiap waktu mungkin terjadi.

 DAFTAR PUSTAKA

Abdi.Guru,2006. IPS Geografi untuk SMP/MTS Kelas VII.Jakarta:Erlangga
Bahrun, Andi, 2011. Strategi Pengelolaan Air Di Lahan Kering, Suatu Upaya Mengantisipasi Kekeringan. Kendari: Unhalu Press.
Ginting, P,  M, Fathurrahman & Pinem, S, 2006. IPS Geografi untuk SMP Kelas VII. Jakarta Timur: Erlangga
Khachadourian et al, 2015. Loss and psychosocial factors as determinants of quality of life in a cohort of earthquake survivors. http://biomedcentral.com diakses 12 Desember 2015.
M.N.Bustan. Epidemiologi Kesehatan Darurat
Nunnerley, J, MhealSci, Dunn, J, et al, 2015. Participation And Quality Of Life Outcomes Among Individuals With Earthquake-Related Physical Disability: A Systematic Review. http://ingentaconnect.com diakses 12 Desember 2015.
Pristanto, A.I, 2010. Upaya Peningkatan Pemahaman Masyarakat Tentang Mitigasi Bencana Gempa Bumi Di Desa Tirtomartani Kecmatan Kalasan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi. http://eprints.uny.ac.id. Diakses 11 Desember 2015.
Putra K.P.B, 2015. Analisis Kerentanan Bangunan Terhadap Bencana Angin Puting Beliung Di Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen. Publikasi Ilmiah. http://eprints.ums.ac.id diakses 10 Desember 2015.
Rizal, J, Sunandi, E, Faisal, F & Akbar, S., 2015. Model Peluang Kejadian Tsunami Pasca Terjadi Gempa Bumi Di Wilayah Pesisir Pulau Sumatera. Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster). Volume 04, No. 1 (2015), hal  37 – 46. http://untan.ac.id diakses 12 Desember 2015.
Ruhimat, M., 2011. Geography & Sociology 1 For Grade VII Junior High School.
Seni, W, Ismail, N & A.B, Ismail, 2013. Pendidikan Mitigasi Bencana Berbasis Lingkungan Masyarakat Terhadap Jalur Evakuasi Gempa Bumi Berpotensi Tsunami (Studi Kasus Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh). J.Biotik. Vol. 1, No. 2, Ed. September 2013. http://jurnal.ar-raniry.ac.id diakses 12 Desember 2015
Supriyono, P,2014. Seri Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Gunung Meletus. Yogyakarta: ANDI OFFSET
Jansen, F, Timboeleng, J.A, Longdong, J & Sendow, T.K., 2015. Studi Data Base Daerah Rawan Bencana Berbasis Gis Untuk Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro Provinsi Sulawesi Utara. Hasil Penelitian. Sabua Vol.7, No.1: 389 – 393, Maret 2015. http://ejournal.unstrat.ac,id diakses 11 Desember 2015.

No comments:

Post a Comment