Tugas : Kelompok
Mata
Kuliah : Epidemiologi Gawat Darurat
EPIDEMIOLOGI BENCANA
ALAM
(GEMPA BUMI, ANGIN
KENCANG, KEKERINGAN, & LETUSAN GUNUNG)
DISUSUN
:
ISTI
HANDAYANI (1310001)
GUSTINA
(1310005)
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN (STIK)
YAYASAN PENDIDIKAN
TAMALATEA
MAKASSAR
2015
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat dan
Nikmat-Nya, terutama nikmat kesehatan dan kesempatan untuk membuat Paper
Epidemiologi Kesehatan Darurat “Epidemiologi Bencana Alam” dapat diselesaikan dalam
bentuk sederhana ini.
Pembuatan
Paper ini berdasarkan dari materi yang telah dikumpulkan, dan telah disusun
sedemikian rupa. Dalam pembuatan paper ini kami
telah mengumpulkan materi tentang Epidemiologi Bencana Alam.
|
DAFTAR
ISI
Sampul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Pembahasan
Identifikasi Masalah
Pengertian &
Bentuknya
Dampak & Aspek
Kesehatan
Manajemen Kesehatan
Darurat atau Bencana
Riwayat Alamiah
Faktor Risiko Kesehatan
Darurat
Upaya Pencegahan
Kesehatan Darurat
Surveilens Kesehatan
Darurat
Daftar
Pustaka
PEMBAHASAN
A.
Identifikasi
Masalah
Masalah kesehatan darurat secara umum dapat dengan
mudah dan diidentifikasi karena kejadiannya sangat menonjol (naked eyes).
Dengan demikian, identifikasi masalah kesehatan darurat sangat mudah untuk
dilakukan. Misalnya, identifikasi dini menyangkut perlunya atau prediksi
kemungkinan akan terjadinya epidemic. Untuk melakukan adanya surveilans yang
mengikuti keberadaan dan penanggulangan keadaan yang mengarah kepada epidemic.
Selain itu, upaya mengidentifikasi masalah kesehatan darurat dan sekaligus
mengungkap faktor-faktor terkait dengan terjadinya masalah maka epidemiologi
berusaha melakukan penelitian atau dalam keadaan situasi tertentu.
Melakukan investigasi itu maka diperlukansuatu
sistem yang cepat. Epidemiologi mengajukan beberapa metode untuk kejadian rapid
assessment misalnya dengan melakukan survey cepat. Bentuk suevei cepat ini,
sesuai namanya dilaksanakan dalam waktu yang relative singkat, sehingga tidak
mendalam memang harus bersifat praktis. Misalnya, terhadap gempa bumi,
dilakukan suatu survey cepat dalam suatu bentuk wyjud tersendiri berupa Rapid
Health Assessment untuk mengetahui yang terjadi pasca bencana dan kebutuhan
kesehatan yang berkaitan. Masalah yang diteliti adalah jumlah dan jenis korban
yang memiliki kerusakan-kerusakan yang terjadi, penyakit-penyakit yang terjadi
dan tindakan yang perlu segera dilakukan.
Bencana alam (natural disaster) adalah berbagai
bentuk kejadian alam yang mengganggu kesehatan masyarakat. Terhadap bencana
alam gempa bumi misalnya, dikatakan bahwa Earthquake Injury Epidemiology is an
emerging discipline with numerous implication for using advance environmental
impacts and urban vulnerability.
Asia disaster preparedness center mendefinisikan :
disaster is and affected community has to response by taking axceptional measures.
Keadaan ini dapat dipahami bahwa suatu bencana merupakan keadaan membawa korban
banyak dengan keadaan yang serius,
terjadi dalam keadaan yang relative singkat dan memerlukan usaha-usaha
intervensi khusus. Berbagai bentuk bencana alam yang dapat memporak-porandakan
dan isinya ini bisa dalam berbagai bentuk seperti :
a. Gempa
Bumi (earthquake)
b. Angin
Kencang (hurricane, typhoon, cyclone)
c. Kekeringan
(drought)
d. Letusan
Gunung (volcanic eruption)
B.
Pengertian
& Bentuknya
1.
Epidemiologi
Gempa Bumi
Gempa bumi (earthquake) adalah
vibrasi kerak bumi yang berikan getaran mulai yang tidak terasa sampai yang
guncangkan bumi. Terjadinya gempa bumi berkaitan dengan panasnya tegangan pada
kerak bumi yang menimbulkan gelombang panas yang merambat melintas lapisan-lapisan
bumi.
Gempa bumi terjadi berkaitan dengan
aspek-aspek :
Getaran bumi yang berupa gonacangan
vertical ataupun horizontal yang besarnya tergantung kepada magnitude,
kedalaman gempa (hiposentrum), struktur geologi dan jenis batuan penyusun di
suatu daerah.
Jenis sesar (urat bumi) dimana bisa
berupa sesar geser, sesar turun maupun sesar naik ataupun gempa yang berulang
pada sesar yang sama. Longsoran tebing atau amblesan yang terjadi pada daerah
berbukit terjal atau sepanjang pantai terjal.
Di masa dulu orang Yunani percaya
dan menghubungkan gempa dengan adanya api dalam perut bumi. Orang Cina
menghubungkannya debgan jatuhnya bola dari mulut naga besar bermain diatas bumi.
Dikenal 3 jenis utama gempa bumi :
a)
Gempa bumi tektonik
Gempa bumi tektonik disebabkan oleh
pelepasan tenaga yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti
layaknya gelang karet yang ditarik dan dilepaskan dengan tiba - tiba. Tenaga
yang dihasilkan oleh adanya tekanan yang terjadi antar batuan dikenal sebagai
kecacatan tektonik. Tektonik lempeng adalah suatu teori yang menerangkan
proses dinamika bumi
tentang pembentukan jalur pegunungan, jalur gunung api, jalur
gempa bumi dan cekungan endapan di muka bumi yang diakibatkan oleh pergerakan
lempeng bumi.
Menurut teori ini, kerak
bumi (lithosfer)dapat diterangkan ibarat suatu rakit yang sangat kuat
dan relatif dingin yang mengapung di atas mantelastenosferyang liat dan sangat
panas. Atau, bisa juga disamakan dengan es yang mengapung di atas air laut. Ada
dua jenis kerak bumi, yakni kerak samudera yang tersusun oleh batuan bersifat
basa dan sangat basa, yang dapat dijumpai di samudera yang sangat dalam dan
kerak benua yang tersusun oleh batuan asam dan lebih tebal dari kerak samudera.
Pada dasarnya kerak bumi bersifat menutupi seluruh permukaan bumi, namun akibat
adanya aliran panas yang mengalir di dalam astenosfer menyebabkan kerak bumi
ini pecah menjadi beberapa bagian yang lebih kecil yang kemudian disebut
lempeng kerak bumi. Dengan demikian, lempeng bumi terdiri dari kerak benua,
kerak samudera atau keduanya. Arus konveksi tersebut merupakan sumber kekuatan
utama yang menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng bumi.
Dalam teori Tektonik Lempeng, pergerakan
lempeng bumi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu: Pergerakan yang saling
mendekati, saling menjauh dan saling berpapasan.
b)
Gempa volkanik
Gempa bumi volkanik adalah gempa
bumi yang terjadi akibat adanya aktivitas volkanisme. Aktivitas volkanisme dan
gempa bumi sering terjadi secara bersama-sama sepanjang batas lempeng di
seluruh dunia, di samping
itu ada pula sebagian yang terjadi pada wilayah
lempeng volkanik dalam, seperti gunung api Hawaiin.
c)
Gempa buatan/gempa
runtuhan ( sudden ground shaking )
Gempa
runtuhan adalah gempa
bumi yang terjadi
akibat runtuhnya atap gua,
runtuhnya atap tambang dan sebagainnya.
Yang paling keras adalah gempa
tektonik dan sulit untuk diramalkan kejadiannya. Pada umumnya sumber gempa yang
berkaitan dengan kejadian tektonik terletak jauh di bawah permukaan bumi sampai
kedalaman 700 km. imbasnya menjalar ke permukaan bumi yang terletak secara
vertika, mendatar maupun menunjam.
Atau berdasarkan jarak Hiposentrum
dari permukaan bumi, gempa dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut
:
a)
Gempa dangkal, jika
jarak hiposentrumnya kurang dari 100 km.
b)
Gempa pertengahan, jika
jarak hiposentrumnya antara 100-300 km.
c)
Gempa dalam, jika jarak
hiposentrumnya lebih dari 300 km dari permukaan bumi.
Gempa-gempa yang hiposentrumnya
dangkal seringkali menimbulkan kerusakan yang lebih berat dibandingkan gempa
dalam. Besar kecilnya kekuatan gempa, biasanya diukur dengan menggunakan skala
tertentu, misalnya skala richter.
Sedangkan Mercalli mendasarkan
skala pada intensitas gempa yang ditaksir berdasarkan efek geologis dan
pengaruhnya terhadap bengunan-bangunan yang dibuat manusia.
Selain itu, gempa bisa berasal dari
kegiatan-kegiatan gunung-gunung yaitu runtuhan dan longsor.
2.
Epidemiologi
Angin Kencang
Angin kencang (hurricane, typhoon,
cyclone) merupakan bentuk bencana alam yang mempunyai cirri khusus yakni
berpindah dan meluas dengan sangat cepat dan nyaris tidak dapat dihindari
Kejadian angin topan (hurricance)
yang pernah melanda dunia :
a) Hurricane
Diane, 1995 sepanjang pantai atlantik dari north caro sampai New England dengan
membunuh 184 orang.
b) Hurricane
Audrey, 1957, menyerang dari Texas hingga Alabama dan membunuh 390 orang.
c) Hurricane
Donna, 1960, menyerang Pantai Florida dan Negara bagian New England.
d) Hurricane
Carla, 1961, di pantai Texas.
e) Hurricane
Flora, 1963, membunuh 5000 orang di Haiti dan 1000 orang dan 750.000 orang
kehilangan tempat tinggal.
f) Hurricane
Betsy, 1965 di Bahma, Florida danLousiana.
g) Hurricane
Beulah, 1967, menyerang pulau-pulau Carabia, Mexico dan Texas.
h) Hurricane
Camile, 1967, menyerang Virginia sampai Lousiana mencakup 7 negara bagian
Amerika Serikat.
i)
Hurricane Gillbert,
1988
j)
Hurricane Hugo, 1989
Mencakup berbagai bentuk angin ini
diidentifikasi dengan pemberian nama orang.
3.
Epidemiologi
Kekeringan (Drought)
Ketika terjadi musim kemarau
panjang, air mulai terbatas alias langka, maka pertanda telah terjadi
kekeringan. Pengertian kekeringan amat beragam tergantung latar belakang
keilmuan dan cara pandang seseorang, tetapi pada intinya tentang hubungan
kebutuhan dan ketersediaan. Secra spesifik kekeringan meteorologist
didefinisikan sebagai suatu interval waktu yang mana suplai air hujan actual
pada suatu lokasi jatuh/turun lebih pendek dibandingkan suplai air klimatologis
yang sesungguhnya sesuai estimasi normal.
Kekeringan sudah jelas berhubungan
dengan kehidupan agraris sama dengan petaninya sebagai sasaran utama. Namun
kekeringan pada akhirnya akan menimpa seluruh penghuni daerah kekeringan.
Pengetahuan indeks kekeringan juga
amat penting diketahui dalam pengelolaan masalah kekeringan. Indeks kekeringan
menggambarkan suatu ukuran dari perbedaan kebutuhan dan ketersediaan sumber air
dan merupakan bagian dari sistem pendukung keputusan yang berhubungan dengan
kekeringan. Untuk utilitas air local akan menggunakan indeks kekeringan untuk
menginformasikan pembatasan penggunaan air dan mengumumkan ketersediaan air
yang ada pada pemakai (public).
Kekeringan merupakan masalah yang
kompleks dalam pengelolaannya karena melibatkan cukup banyak stakeholder dan membutuhkan aksi
individu atau kolektif terpadu untuk mengamankan suplai air. Di bidang
pertanian, kekeringan merupakan bencana terparah dibandingkan dengan bencana
lainnya karena ketika air tidak ada maka tida ada satu pun tanaman yang bisa
hidup, kalaupun tanaman hidup sudah dapat dipastikan tumbuh merana dan gagal panen.
4.
Epidemiologi
Letusan Gunung
Gunung asalah suatu daerah
berbentuk daratan yang mempunyai perbedaan tinggi yang menyolok atau menonjol
dibandingkan dengan daerah di sekitarnya. Gunung biasanya lebih tinggi dan
curam jika dibandingkan dengan bukit. Dalam Encyclopedia
Britannica, suatu daratan yang menjulang tinggi didefinisikan sebagai
gunung apabila memiliki puncak dengan ketinggian lebih dari 2.000 kaki atau 610
meter. Pada umumnya gunung berada di atas daratan, namun ada juga gunung yang
berada di bawah permukaan laut.
Sedangkan gunung berapi adalah
gunung yang mempunyai lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat
keluarnya cairan magma, gas, atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Atau secara
teknis, gunung berapi adalah suatu sistem saluran fluida panas yang memanjang
dari kedalaman sekitar 10 kilometer di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan
bumi. Fluida panas ini juga termasuk endapan hasil akumulasi material yang
dikeluarkn pada saat gunung meletus. Sistem saluran fluida panas ini berupa
batuan dalam wujud cair yang disebut lava.
Keberadaan gunung berapi sangat
berhubungan dengan struktur dan pergerakan lempeng bumi. Oleh karena itu,
sebelum kita membahas gunung berapi dan proses pembentukannya, kita pelajari
terlebih dahulu struktur bumi dan pergerakan lempeng bumi, serta tenaga endogen
dan eksogen.
Indonesia merupakan gugusan pulau
yang kaya gunung berapi. Dengan gunung berapi inilah yang berpotensi untuk
meletus. Letusan gunung sebagai gangguan kesehatan darurat ditandai dengan
kejadiannya selain cepat, letusan gunung bisa bersusulan dan susulannya bisa
kecil pada tetapi tidak jarang justru lebih besar. Untuk itu letusan gunung
mendadak (acut) tetapi bisa menjadi ancaman khronik dengan susulan-susulan
letusannya.
Indonesia memiliki 128 gunung
berapi aktif, setara dengan 15% jumlah gunung berapi di dunia. Diantaranya
pernah meletus lebih 70 kali. Dari gunung-gunung berapi ini sudah tercatat lebih
dari 70 letusan dengan korban tidak kurang dari 175.000 orang orang dengan
jumlah gunung ini maka luas daerah yang terancam risiko letusan gunung adalah
seluas 16.620 km dengan jumlah penduduk luasnya sekitar 3 juta orang.
C.
Dampak
& Aspek Kesehatan
Bencana itu mengenai orang
banyak/missal dan berlangsung singkat, dimana dampaknya sangat besar. Bahkan
bisa sampai pada tingkat kejadian total (total destroyed).
Terbentuk dampak atau akibat yang
terjadi dari suatu gempa bumi memberikan kesehatan darurat adalah :
Terhadap
lingkungan fisik :
1)
Akan infra struktur
2)
Akan bangunan rumah,
kantor.
Terhadap manusia/masyarakat :
Kematian.
Penyakit :
Khususnya penyakit-penyakit infeksi seperti diare,
ISPA, malaria, dengue.
Kelaparan/kekurangan makanan/minuman terhadap
lingkungan biologis :
Gangguan kehidupan dan kelestarian
flora dan fauna yang bisa berkurangnya sampai menghilangnya suatu spesies
tertentu akibat oleh bencana. Kebakaran hutan misalnya, tidak hanya membakar
pohon, hutan tetapi segala isi hutan seperti binatang (fauna) maupun makhluk
hidup lainnya.
Berikut ini beberapa Dampak dari
berbagai kejadian Epidemiologi Bencana Alam :
1.
Dampak
Gempa Bumi
Dampak gempa bumi akan terkait
dengan keadaan dimana gempa terjadi. Salah satu faktor yang terkait dengan dampak
gempa adalah kepadatan penduduk dan bangunan yang berada diatas dimana gempa
itu terjadi. Karena itu, keprihatinan terhadap dampak gempa ini makin meningkat
jika gempa itu terjadi di daerah perkotaan padat penduduk.
Dampak dari gempa bumi dapat dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Dampak primer (langsung)
1) Bergeraknya
tanah akibat gempa, terutama gelombang permukaan.
2) Pensesaran,
bila permukaan tanah tersesarkan, bangunan - bangunan terbelah, jalan terputus dan segala sesuatu
yang dilalui sesar akan terbelah.
b. Dampak sekunder (tidak
langsung)
1). Kebakaran
2). Tanah longsor
3). Tsunami
Dampak dari
gempa bumi sangat
bervariasi. Gempa bumi
yang terjadi pada dua tempat yang
berbeda dengan magnetudo sama dapat menyebabkan kerusakan yang berbeda.
Kerusakan akibat gempa bumi dipengaruhi oleh beberapa variabel, antara lain:
kondisi geologi dan jarak dari pusat gempa.
Dampak paling parah yang
diakibatkan oleh gempa bumi, selain korban jiwa adalah banyaknya bangunan fisik
yang mengalami kerusakan. Infra struktur yang rusak diantaranya berupa bangunan
rumah, gedung-gedung perkantoran dan gedung sekolah, jalan serta jembatan.
Kerugian lingkungan seperti terjadinya rekahan-rekahan di pekarangan
masyarakat, serta tumbangnya pepohonan.
Dalam
penilaian asset yang
dimiliki oleh masyarakat
seharusnya dilakukan dengan pendataan jumlah jiwa anggota keluarga dan
juga harta benda (ekonomi). Hal ini dilakukan untuk mempermudah nantinya jika
terjadi bencana dalam pendataan jumlah kerugian yang diderita serta pemberian
bantuan dalam mitigasi selanjutnya. Tindakan mitigasi seharusnya dapat membantu
masyarakat mengurangi kerugian ekonomi di masa mendatang, membantu para anggota
masyarakat menahan kerugian dan memperbaiki kemampuan mereka untuk pulih
kembali setelah mengalami kerugian akibat bencana yang terjadi.
Berbagai kota besar/padat yang
telah pernah digebrak oleh gempa adalah :
a) Jakarta
(10 juta), tahun 1993 dan 17 maret 1997
Gempa berkekuatan 4,0-6,0 skala Richter selama 20
detik.
b) Los
Angeles (12,4 juta) di Amerika Serikat
Gempa bumi ini terjadi didaerah Nortridge, 1994
c) Mexico
City (15,7 juta) di Meksiko
Gempa di tahun 1995 ini menyebabkan kematian
penduduk sekitar 10.000 jiwa, puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggal,
menghancurkan 34.000 gedung dan merusak 65.000
gedung lainnya.
d) Potenza
(100.000), Solerna (200.000), Avellino (50.000) di Italia.
e) Kairo
(9,7 juta) di Mesir
f) Changshan
(1,8 juta) di China
g) Kobe
(1,5 juta) di Japan
Gempa bumi sebagai suatu kekuatan
alam, telah menimbulkan bencana yang besar di berbagai belahan bumi. Korban
jiwa, harta benda, serta kerusakan fasilitas umum seperti jalan, jembatan, dan
sebagainya tidak dapat lagi dihitung nilainya akibat gempa bumi, karena
jumlahnya yang demikian besar. Beberapa kejadian bumi yang telah menimbulkan
kerugian yang amat besar antara lain :
1) Gempa
bumi di Jepang yang terjadi pada tanggal 1 September 1933 telah menimbulkan
gelombang laut yang sangat besar datang dari Teluk Sogami, 70 mil sebelah timur
dari kota Tokyo. Gelombang laut yang sangat besar yang disebabkan oleh gempa
disebut tsunami.
Kerusakan yang terjadi, rumah-rumah hancur luluh,
pipa-pipa gas dan pipa air putus, kebakaran terjadi di segala penjuru kota
Tokyo. Dalam waktu 18 jam, 64% dari seluruh rumah di ibukota Jepang itu
terbakar, dan menurut catatan terakhir 366.161 buah rumah terbakar. Korban jiwa
mencapai 35.000 jiwa, termasuk hilang menjadi 59.065 jiwa.
2) Gempa
bumi di Pantai Peru tahun 1970 telah menyebabkan beberapa kota hancur, dan
70.000 jiwa meninggal.
3) Gempa
bumi di Guetemala (Amerika Tengah) pada tahun 1976 telah menyebabkan sekitar 1
juta penduduk kehilangan rumah, 80.000 orang luka-luka, dan 23.000 jiwa
meninggal.
4) Gempa
bumi di San Fransisco (Amerika Serikat) pada tahun 1989 telah menyebabkan
kebakaran di berbagai bagian kota, jembatan-jembatan runtuh, 3.000 orang
luka-luka dan meninggal 100 orang.
5) Gempa
bumi yang terjadi di Iran, Desember 2003 menelan korban jiwa lebih dari 20.000
jiwa. Keadaan ini menjadikan pemerintah Iran berencana memindahkan lokasi ibu
kotanya yang lebih terbebas dari gempa bumi.
6) Gempa
bumi di Aceh dan Nias
Minggu tanggal 26 Desember 2004
pukul.07.50 WIB gempa dahsyat yang kemudian diikuti oleh gelombang tsunami yang
sangat besar, telah menghancurkan sebagian besar daerah pantai barat Aceh dan
sebagian kecil pantai timurnya, serta pantai Pulau Nias di Sumatera Utara.
Tsunami yang ditimbulkan gempa tersebut tidak hanya melanda Aceh dan Nias,
tetapi meluas ke beberapa Negara di Asia Tenggara dan Samudera Hindia seperti
Malaysia, Myanmar dan Thailand di Asia Tenggara, Srilanka, India, dan Banglades
di Asia Selatan, bahkan sampai ke Negara-negara di bagian barat Benua Afrika
seperti Kenya, Madagaskar, Tanzania, Maladewa, Mauritueis, Seychelles, dan
lain-lain.
Jumlah korban jiwa meninggal dan
hilang lebih dari 200.000 orang, puluhan ribu rumah hancur, kerusakan-kerusakan
sarana dan fasilitas-fasilitas umum yang luar biasa, telah mengundang rasa
simpati dan solidaritas manca Negara untuk membantu dan membangun Aceh dan Nias
kembali bersama dengan rakyat dan Pemerintah Indonesia
7) Gempa
bumi di Yogyakarta
Gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah terjadi
tanggal 27 Mei 2006 pukul.05.55 WIB selama 57 detik dengan kekuatan 5,9 SR.
hiposentrum terletak pada 8,26º LS dan 110,31ºBT, dengan kedalaman 33 km berada
sekitar 25 km selatan barat daya kota Yogyakarta. Gempa yang berlangsung
walaupun hanya sekitar 57 detik, telah menimbulkan kerusakan dan korban jiwa
yang cukup besar. Kerusakan terparah dan korban jiwa yang terbesar terdapat di
Kabupaten Bantul dan Sleman di Provinsi D.I Yogyakarta dan Klaten di Jawa
Tengah serta kabupaten/kota lain dengan jumlah korban yang lebih kecil. Korban
meninggal akibat peristiwa ini tercatat 6.234 orang, korban luka berat sebanyak
33.231 orang dan korban luka ringan 12.917 orang. Disamping korban jiwa,
kerugian harta benda juga cukup besar jumlahnya tidak kurang dari 7.057 rumah
yang roboh, dan peninggalan yang paling bersejarah yatu Candi Prambanan turut
pula mengalami kerusakan.
8) Gempa
Pangandaran
Belum dua bulan terjadi gempa di Yogyakarta, pada
tanggal 17 Juli 2006 jam 15.19 WIB, terjadi lagi gempa di pantai selatan Jawa
Barat di daerah Pangandaran, Cipatujuh, Tasikmalaya, dan Ciamis, kekuatan gempa
mencapai 7,2 SR lebih besar dari gempa Yogyakarta, episentrumnya berada pada
9,29º LS dan 107,35º BT, pada kedalaman 33 km di bawah permukaan laut, dengan
jarak sekitar 286 km di sebelah selatan Bandung. Gempa bumi ini telah
menimbulkan tsunami setinggi 5 meter yang menghancurkan rumah-rumah di sekitar
pantai, dan menimbulkan korban jiwa yang meninggal mencapai 658 orang dan
hilang 83 orang di samping korban luka-luka yang jumlahnya cukup banyak.
Kejadian-kejadian gempa bumi
seperti yang diuraikan tersebut hanyalah merupakan sebagian kecil dari gempa
yang telah terjadi di dunia, dan menimbulkan korban harta dan jiwa dalam jumlah
besar. Indonesia termasuk Negara yang rawan akan gempa bumi, dan pada umumnya
sumber gempa kebanyakan terdapat di dasar laut, sehingga menimbulkan tsunami
yang amat berbahaya, seperti di Jawa Timur (Malang Selatan), Nusa Tenggara, dan
tempat-tempat lainnya di Indonesia. Gempa di Tarutung (Sumatera Utara),
Bengkulu, dan lain-lain telah pula menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi
Indonesia.
2.
Dampak
Angin Kencang
Dilakukan suatu penelitian dampak
dari pada angin kencang di Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen, Di daerah
penelitian terdapat 41 rumah
yang pernah mengalami
kerusakan ringan hingga berat akibat terjangan angin puting beliung,
hasil tersebut diperoleh dari survei lapangan menggunakan
metode purposive sampling.
Berikut Tabel Kerusakan Bangunan
dan Skor Kecepatan Angin Di Kecamatan Tanon :
No
|
Kelurahan
|
Kerusakan
Bangunan
&
Skor
Kecepatan
|
Jumlah
|
1
|
Bonagung
|
4
|
2
|
2
|
Gabugan
|
1
|
4
|
3
|
Gabugan
|
2
|
1
|
4
|
Gabugan
|
3
|
1
|
5
|
Gabugan
|
4
|
1
|
6
|
Gading
|
3
|
1
|
7
|
Gawan
|
1
|
1
|
8
|
Jono
|
2
|
2
|
9
|
Karangasem
|
1
|
2
|
10
|
Karangasem
|
3
|
2
|
11
|
Karangasem
|
4
|
2
|
12
|
Kecik
|
3
|
1
|
13
|
Kalikobok
|
4
|
2
|
14
|
Karangtalun
|
1
|
3
|
15
|
Karangtalun
|
2
|
2
|
16
|
Karangtalun
|
3
|
1
|
17
|
Pedas
|
4
|
1
|
18
|
Pengkol
|
2
|
2
|
19
|
Sambiduwur
|
2
|
1
|
20
|
Sambiduwur
|
3
|
1
|
21
|
Slogo
|
1
|
2
|
22
|
Slogo
|
2
|
1
|
23
|
Slogo
|
3
|
1
|
24
|
Slogo
|
4
|
2
|
25
|
Swatu
|
4
|
1
|
26
|
Tanon
|
5
|
1
|
Dari tabel
di atas menunjukkan bahwa
kerusakan bangunan yang terjadi memiliki beragam jenis
tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh
terjangan angin puting beliung, sehingga
kerusakan bangunan tersebut mampu
dijadikan pedoman untuk memprediksi
kecepatan angin di
daerah penelitian
menggunakan skala fujita. Hampir semua
desa memiliki sejarah bangunan yang
pernah mengalami kerusakan akibat
terjangan angin puting beliung (angin kencang).
3.
Dampak
Kekeringan
Dampak umum kekeringan, sebagai
salah satu bentuk kekeringan yang terjadi di tahun 1998 adalah disebut EL
Nino.. El Nino telah menyebabkan kekeringan dan kebakaran hutan di Indonesia.
El Nino telah mengahanguskan lebih dari ribuan hektar areal hutan di Sumatera
dan Kalimantan.
Kebakaran hutan tidak hanya
menghabiskan hutan dengan segala isinya tetapi asapnya bisa memberikan polusi setempat maupun bisa ke
tempat lain, sampai antar Negara. Kebakaran hutan Sumatera menyeberang ke
Singapura dan Malaysia, sedangkan yang di Kalimantan menyeberang ke Serawak.
El Nino membakar hutan sekitar
4.000 km² di Meksiko dan Brasil 52.000 km².
Dampak
khusus kemarau panjang (kekeringan), beberapa dampak khusus yang dapat terjadi
dari suatu kekeringan adalah :
a) Peningkatan
kejadian penyakit tertentu, misalnya terjadi KLB penyakit-penyakit infeksi
(diare).
b) Pemetasan
penderita gangguan gizi karena paceklik atau berkurangnya ketersediaan bahan
makanan.
Adapun dampak kekeringan terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman, air merupakan salah satu faktor yang sangat
penting bagi pertumbuhan tanaman, karena berfungsi sebagai pelarut hara tanaman
di dalam tanah dan berperan dalam translokasi hara. Apabila kekringan dalam
jangka waktu yang panjang maka pertumbuhan dan produksi tanaman akan berkurang
bahkan tidak ada.
4.
Dampak
Letusan Gunung
Dalam mengidentifikasi dampak suatu
gunung berapi, hal-hal yang menjadi indicator adalah :
a) Pembagian
Zone :
1) Forbidden
Zone (daerah terlarang)
2) First
Danger Zone (Daerah bahaya I)
3) Second
Danger Zone (Daerah Bahaya II)
4) Luas
daerah yang terpapar dengan gunung berapi dengan jumlah penduduk berisiko.
b) Luas
daerah dan populasi yang berisiko terhadap letusan gunung digambarkan sebagai
berikut :
1) Luas
daerah geografis Indonesia 1.907.000 km²
2) Luas
area gunung berapi 334.450 km²
3) Luas
area yang terancam bahaya gunung berapi 16.620 km²
4) Penduduk
Indonesia 210 juta
5) Penduduk
yang tinggal di daerah berbahaya 1,4 juta (0,7% penduduk).
Dampak letusan gunung dapat dibagi
menjadi dua yaitu dampak positif dan dampak negative sebagai berikut :
a) Dampak
positif letusan gunung
Letusan gunung dapat berdampak positif dan negative
bagi manusia dan lingkungan alam. Gunung berapi yang aktif sewaktu-waktu dapat
mengeluarkan magma, gas, dan material lain yang terkandung di dalam perut bumi.
Dampak positif letusan gunung berapi antara lain sebagai berikut :
1) Material
hasil letusan gunung berapi berupa pasir dan batu dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bangunan.
2) Material
hasil letusan gunung berapi berupa abu vulkanik dapat menyuburkan lahan
pertanian.
3) Di
daerah pegunungan yang dingin dan subur, sangat cocok untuk mengembangkan budi
daya tanaman teh dan kopi.
4) Di
daerah pegunungan mempunyai curah hujan yang tinggi. Oleh karena itu, daerah
pegunungan merupakan daerah penngkap hujan dan sumber mata air yang baik.
5) Di
daerah vulkanik banyak terdapat usaha pertambangan. Hal itu karena di daerah
tersebut banyak ditemukan bahan-bahan tambang seperti belerang, logam, dan
permata.
6) Di
kawasan gunung berapi banyak terdapat sumber air panas yang mengandung
belerang, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit kulit.
7) Gejala
vulkanik dan pascavulkanik gunung berapi dapat menjadi objek wisata yang
menarik.
b) Dampak
negatif letusan gunung
Gunung meletus dapat menyebabkan
kerusakan sarana fisik, kerugian harta benda, dan korban jiwa. Kerugian yang
ditimbulkan oleh letusan gunung berapi dapat berupa rusaknya jembatan, jalan
raya, gedung-gedung, dan perumahan penduduk. Letusan gunung berapi juga dapat
menyebabkan rusaknya lahan pertanian dan lingkungan alam, serta terhambatnya
kegiatan industry dan roda perekonomian. Tidak hanya itu, letusan gunung berapi
juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan jatuhnya korban jiwa, serta
meninggalkan persoalan social dan psikologi yang mendalam bagi masyarakat.
Untuk lebih jelasnya, dampak
negative letusan gunung dapat dikelompokkan menjadi dampak primer dan sekunder.
1) Dampak
primer
Dampak primer letusan gunung adalah
dampak yang berpengaruh secara langsung bagi kehidupan manusia dan lingkungan
alam. Bentuk bahaya dari dampak perimer letusan gunung antara lain jatuhan
prioklastik, lahar letusan, lelehan lava, awan panas, dan gas beracun.
2) Dampak
sekunder
Dampak letusan gunung yang berpengaruh
secara tidak langsung bagi kehidupan manusia dan lingkungan disebut dampak
sekunder. Bentuk bahaya dari dampak sekunder letusan gunung antara lain banjir
lahar dingin, longsoran vulkanik, banjir bandang, dan tsunami.
D.
Manajemen
Kesehatan Darurat atau Bencana
Manajemen bencana
merupakan salah satu
tanggung jawab pemerintah
pusat maupun daerah bersama-sama
masyarakat dalam rangka
mewujudkan perlindungan yang maksimal
kepada masyarakat beserta aset-aset sosial,
ekonomi dan lingkungannya dari kemungkinan terjadinya
bencana. Keikutsertaan masyarakat
di dalam manajemen bencana perlu
terus dijaga dan
terus dikembangkan. Pengembangan
keikutsertaan masyarakat
sebaiknya dilaksanakan melalui
pemberdayaan masyarakat yang
bermuara pada sistem manajemen
bencana yang berbasis
kepada kemampuan masyarakat
itu sendiri dan bertumpu
kepada kemampuan sumberdaya
setempat (community based disaster management). Tentunya akan lebih baik dan bijaksana
apabila para pengambil keputusan
baik di pemerintahan
pusat maupun daerah,
para pakar bencana
alam, dan masyarakat semakin
meningkatkan komunikasi di
antara mereka, agar
mekanisme transformasi manajemen bencana
ke dalam pelaksanaan
pembangunan maupun kehidupan
sehari-hari dapat berlangsung dengan lebih baik dan lebih populer.
Manajemen bencana
merupakan seluruh kegiatan
yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana.
Banyaknya peristiwa bencana yang terjadi dan menimbulkan korban jiwa serta
harta benda yang besar, baik di Yogyakarta maupun di seluruh wilayah Indonesia,
telah membuka mata masyarakat bahwa manajemen bencana di negara ini masih
sangat jauh dari yang diharapkan. Selama ini, manajemen bencana dianggap bukan
prioritas dan hanya datang sewaktu-waktu saja, padahal Indonesia adalah wilayah
yang tergolong kawasan rawan terhadap bencana. Oleh karena itu, pemahaman
tentang manajemen bencana perlu dimengerti dan dikuasai oleh seluruh kalangan,
baik pemerintah, masyarakat maupun pihak swasta.
Agar dapat maju dan bersaing dengan
bangsa lain, bagi masyarakat yang hidup pada daerah rawan bencana, sudah
seharusnya memiliki kebijakan, strategi, perencanaan atau program-program yang
dilakukan sebagai upaya meningkatkan kewaspadaan menghadapi bencana,
diantaranya dengan memperhatikan kaidah-kaidah kebencanaan dalam pelaksanaan
pembangunan, serta jenis dan karakteristik bencana padasuatu wilayah,
seharusnya disadari oleh pemahaman terhadap kondisi lingkungan yang
memungkinkan atau rawan terhadap suatu jenis bahaya atau bencana. Kondisi
lingkungan yang dimaksud adalah kondisi geologi, geomorfologi, iklim dan
sosial.
Dalam
menempuh suatu manajemen
bencana yang tepat
hendaknya ditekankan pengertian dan peristilahan yang terkait dengan
kebencanaan, antara lain :
1. Bahaya(hazard)
Suatu kejadian yang jarang terjadi
atau kejadian yang ekstrem dalam lingkungan alam maupun lingkungan buatan yang
merugikan kehidupan manusia, harta benda atau aktifitas manusia, yang apabila
meluas atau membesar menyebabkan bencana.
2. Bencana(disaster)
Peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam, manusia dan atau keduanya yang mengakibatkan korban
dan penderitaan manusia, harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana,
prasarana, dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata
kehidupan masyarakat.
3. Risiko(risk)
Perkiraan kehilangan /kerugian
(orang meninggal, luka, kerusakan harta benda, gangguan aktifitas ekonomi)
akibat bencana. Risiko merupakan hasil dari bahaya dan kerugian, yang dapat
dinyatakan dengan rumus sederhana: R= HxV (E).
Kerentanan (vulnerability): Tingkat
atau derajad kehilangan atau kerugian (dari 0 hingga 100%) yang dihasilkan dari
suatu fenomena yang potensial terjadi kerusakan.
Manajemen bencana
merupakan seluruh kegiatan
yang meliputi aspek
perencanaan dan penanggulangan bencana,pada
sebelumnya, saat, dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai Siklus
Manajemen Bencana yang bertujuan untuk :
a. Mencegah
kehilangan jiwa
b. Mengurangi
penderitaan manusia
c. Memberi
informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko
d. Mengurangi
kerusakan infrastruktur utama, harta benda seta kehilangan sumber ekonomi.
Menurut Kirbani
(2001:76), kegiatan manajemen
bencana dapat dibagi dalam tiga kegiatan utama yaitu :
a. Kegiatan
pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan serta
peringatan dini (early warning system).
b. Kegiatan
pada saat terjadinya bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk lebih
meringankan penderitaa sementara, seperti kegiatan Search and Rescue( SAR ),
bantuan darurat dan pengungsian.
c. Kegiatan
pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan untuk rehabilitasi dan
rekonstruksi.
Dalam sistem manajemen bencana
hendaknya semua pihak mampu memahami pentingnya tahapan-tahapan dalam upaya
penanggulangan bencana, yaitu :
a. Kegiatan
pada tahap pra bencana
Kegiatan pada tahap pra bencana
selama ini banyak dilupakan, padahal justru kegiatan pada tahap pra bencana ini
sangatlah penting karena apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan
modal dalam menghadapi bencana dan pasca bencana, hal tersebut dikarenakan
pemerintah bersama masyarakat maupun pihak swasta belum begitu serius
memikirkan langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan di
dalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak dari bencana itu
sendiri.
b. Kegiatan
pada saat terjadi bencana
Kegiatan saat terjadi bencana yang
dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang
ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan
pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama
masyarakat maupun pihak swasta. Pada saat terjadi bencana biasanya masyarakat mengalami
kepanikan yang sangat luar biasa, dikarenakan pemahaman tentang mitigasi
bencana masih sangat kurang misalnya melakukan sistem peringatan dini (early
warning system)secara sederhana agar dapat memberi suatu tanda bahaya bagi
orang lain. Disinilah pentingnya tindakan mitigasi bencana bagi masyarakat
secara menyeluruh agar dapat terhindar dari bahaya bencana gempa bumi.
c. Kegiatan
pada tahap pasca bencana
Kegiatan pada tahap pasca bencana,
terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan
mengfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula. Pada tahap ini
yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan
dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah perencanaan serta tidak hanya
melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga
rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan dan depresi akibat bencana.
E.
Riwayat
Alamiah
Kedaruratan dapat dianggap sebagai
suatu peristiwa (event) seperti kejadian suatu penyakit. Dengan ini bisa
dipahami bahwa suatu seperti halnya suatu penyakit, mempunyai perlangsungan
tersendiri yaitu riwayat alamiah (natural history).
Untuk itu, suatu peristiwa
kedaruratan dalam perjalanannya dapat dibagi atas 3 tahap :
Masa event, masing-masing bagian mempunyai
karakteristiknya sendiri dalam mendapatkan pandangan Epidemiologi.
1. Pre-Event
(sebelum kejadian)
Masa pre-event kurang lebih setara dengan masa
pre-patogenesis dalam riwayat alamiah penyakit (natural history of disease)
keadaan masih normal tetapi terdapat keadaan potensial yang menunggu. Walaupun
belum ada kejadian, tidak berarti tidak ada upaya epidemiologi yang dapat
dilakukan. Pada keadaan ini diperlukan upaya untuk mampumengantisipasi
kemungkinan timbulnya suatu ketetapan identifikasi masalah ini akan memberikan
modal untuk mampu membuat upaya pencegahan dini yang berencana.
2. Pos-Event
(sewaktu kejadian)
Masalah sewaktu kejadian tentu berkaitan erat dengan
jenis musibah atau masalah yang sedang timbul. Wabah demam tifoid pada keadaan
tertentu lebih kecil masalahnya dari suatu gempa yang pada suatu areal luas.
3. After
Post-Event (setelah kejadian)
Panjang masa dari masing-masing event berbeda sesuai
bentuk-bentuk masalah kesehatan darurat yang terjadi. Secara umum masa yang
relative singkat atau mendadak. Masa event juga relative sangat pendek
sedangkan masa post-event yang cenderung panjang saat dampak yang timbul
memerlukan masa recovery atau kejadian yang lama.
Sesuai dengan riwayat perjalanan
suatu musibah maka upaya penanggulangannya disesuaikan dengan 3 tahap
peristiwanya. Untuk itu upaya penanggulangan diberikan berupa :
1. Penandaan
kepedulian (alert sign)
2. Perhatian
terhadap tanda (learning sign)
3. Tindakan
terhadap bahaya (alarm sign)
4. Relief
Evakuasi pada masa pasca krisis
Masalah dalam post-event juga
berkaitan dengan jenis masalah ialah, musibah banjir bisa timbul berbagai jenis
penyakit (flood related disaster), musibah gunung meletus dapat terjadi polusi
dan meluasnya wabah air, musibah kebakaran hutan asapnya masih bergelantungan
dan bisa tertiup ke kota atau Negara tetangga.
Melihat dari besarnya masalah maka
masalah yang timbul setelah kejadian (dampak) musibahlah yang terbesar. Bahkan
ada dampak yang berlangsung sangat panjang (long effect) misalnya volcanic soil
di Afrika penyebab epidemic Kaposi’s Sarcoma.
Masa pasca-krisis (post-event)
adalah masa yang tidak singkat yang setelah suatu musibah yang terkadang
dilupakan. Setelah suatu musibah diatasi, suatu musibah sudah dianggap usai.
Justru masalah yang telah pentingnya untuk menjadi perhatian dan harus
ditanggulangi kejadian-kejadian baru setelah musibah.
Pasca krisis dapat ditemukan
hal-hal seperti, kelompok masyarakat yang selamat hidup, maka bukan tanpa
masalah karena kemungkinan, akibat dari musibah, mereka mempunyai masalah psikologis
(ketakutan) dan ketegangan (stress). Kelompok yang cidera, mereka masih perlu
mendapatkan pelayanan pengobatan dan rehabilitasi yang kemungkinan bersifat
khronik. Kelompok korban (mati), setelah musibah terjadi maka akan ditemukan
korban-korban yang perlu tindakan lanjut baik dari petugas/pemerintah maupun
masyarakat sendiri.
Keberhasilan penanganan masalah
pasca krisis memerlukan tindakan yang lebih besar dari masyarakat selain apa
yang dapat dilakukan oleh pihak pemerintah. Masyarakat memang diharapkan untuk
menolong dirinya sendiri (self reliance) dalam setiap masalah yang dihadapinya
dengan memberdayakan seluruh potensi sebagai subyek pembangunan.
Upaya-upaya ini ditujukan untuk
menanggulangi masalah musibah darurat yang diharapkan dapat mengendalikan
(control) menguranginya (reduction), kalau perlu melakukan eliminasi sampai
ke-4 eradikasi.
Penanggulangan masalah kesehatan
darurat menekankan kemandirian masyarakat sendiri, dengan tetap bekerja sama
pada bantuan dari pihak terkait, dalam menanggulangi seperti halnya dalam upaya
penanggulangan masalah kesehatannya. Dalam upaya penanggulangannya tetap
memperhatikan untuk suatu pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development) yang dilakukan oleh masyarakat sendiri (self reliance) dengan pemberdayaan
potensi manusia secara terpadu dengan tatanan kearifan lokalnya sebagai suyek
pembangunan dalam suatu dukungan interkoneksitas (keterpaduan/kemitraan). Dari
konsep penanggulangan menerapkan suatu pelayanan yang merupakan suatu yang
tahan banting krisis. Tantangan ini dijawab dengan kemampuan interkoneksitas
yang memungkinkan subyek pembangunan dapat melakukan pemecahan tidak terpuruk
total dalam menghadapi krisis. Ataupun, dengan yang lain, memperkuat
interkoneksitas sehingga mampu melakukan new equilibrium yang selamat dari
krisis.
F.
Faktor
Risiko Kesehatan Darurat
Pembicaraan mengenai faktor risiko
dalam suatu masalah kesehatan dapat mencakup :
1. Characterization
2. Exposure
3. Preasurement
4. Assessement
5. Perseption
6. Managemenent
Setiap kejadian menurut konsep
epidemiologi tidak terjadi dengan apa adanya tetapi suatu proses yang berkaitan
dengan apa yang disebut risiko. Dari aspek pendekatan epidemiologi, faktor
risiko inilah menjadi pendukung dan penentu (determinant) terjadinya suatu
epidemic ataupun musibah.
Risiko bisa mengancam dimana-mana.
Wabah bisa terjadi saat musibah datang mendadak dan tidak terelakkan. Tidak
tergantung Negara itu masih sedang berkembang ataupun sudah maju. Bahkan makin
modern suatu masyarakat makin cenderung untuk rekontruksi musibah. Musibah itu
berasal dari pola tingkah laku (life style) hingga manusia modern berpeluang
lebih tinggi bertingkah laku memprovokasi musibah.
Upaya konstribusi pihak manusia
terhadap gangguan kemanusiaan dalam ungkapan :
“Don’t kill people ; people kill each other with guns and that outlaw
will not get at the heart of the problem” (The National Riflection.
Hanlon.1984). Bukan bedil yang membunuh manusia, tetapi manusialah yang saling
membunuh memakai bedil.
Walaupun dunia ini bebas dari penyakit, kehidupan
manusia membunuh dengan risiko (WHO,1997). Dunia masih dipenuhi dengan risiko
berupa kerusuhan, pembunuhan, bunuh diri, terjatuh, bahkan risiko di tempat
rekreasi.
Detik
demi detik bahaya dan risiko mengancam. Ancaman berasal dari sesame manusia
sendiri. Setiap 2 detik terjadi 1 kejahatan, setiap 3 detik terjadi 1 jenis
penjarahan (property crime), setiap detik terjadi 1 jenis pencurian, setiap 20
detik terjadi 1 kejahatan pencurian kendaraan. Suatu gambaran keadaan di
Amerika Serikat, 1989. Belum lagi
perang, tawuran, kerusuhan,pembunuhan, pemerkosaan dan segala bentuk kekerasan
antar manusia melibatkan banyak orang, termasuk bayi-bayi tanpa dosa atau
perempuan-perempuan utuh perawan
Belum
lagi risiko yang berasal dari lingkungan sekeliling. Gunung bisa meletus, air
hujan bisa jadi banjir, dan api bisa membakar hutan dan sekelilingnya. Udara
penuh dengan polutan : asbes, carbon, plumbum dan mungkin mengandung komponen
beracun.
Lingkungan
kehidupan yang diharapkan menunjang kesehatan manusia semakin memprihatinkan.
Telah terjadi perubahan iklim (global clime change) dan sangat tidak
bersahabat. Disertai dengan makin merosotnya lapisan ozon. Telah terjadi
pemerosotan keanekaragaman hayati (biological diversity decrease), penyempitan
pada sumber air dan lautan, penurunan kualitas hutan dan terjadinya penggurunan
(deforestration and desertification), ditambah pertambahan penduduk yang cepat
(Interparlieamentary Conference Global Environment, Gunawan, 1990). Karena itu
misalnya, tidak terherankan jika bumi makin terasa panas. Berlipat gandanya
konsentrasi antioksida di atmosfir telah menaikkan suhu bumi sebesar 1,5 sampai
berlipat (Brown,1995)
Dari
bentuk risiko dan musibah ini dituangkan dalam bahasa epidemiologi dengan
memakai pernyataan satuan angka (rate), dengan risiko relative (relative risk),
dan nilai-nilai risiko perbandingan sejak dari kandungan manusia itu sudah
diancam risiko. Kejadian itu adalah hasil dari suatu pertarungan besar-besaran.
Sejumlah berjuta sperma berlaga memperebutkan sebuah telur (ovum) untuk
membentuk zygote sebagai cikal bakal kehidupan. Bayi yang akan lahir di tanah
pertiwi ini diancam dengan risiko yang cukup tinggi. Angka kejadian bayi 50 per
seribu berarti bahwa sebanyak 50 diantara bayi itu pengganti dari 1000 bayi yang dilahirkan hidup sebelum
berulang tahun.
Kaum
ibu harus menerima angka kematian ibu 250 per 100.000 kematian yang berarti
bahwa 250 ibu harus meninggal dari 100.000 diantara mereka yang hamil atau
melahirkan bayi. Seorang pengendara sedang tidak pakai helm, lepas minum bir
dan balapan mempunyai kecelakaan sebesar 11 kali lebih besar dari pada seorang
pengendara sedang baik. Demikian pula, seorang perokok berat yang merokok
setiap batang sehari harus mengandung risiko mati lebih cepat 3,5 kali dibandingkan
seseorang tanpa rokok. Contoh lain, faktor risiko yang berkaitan dengan
kebakaran (fire) jenis kelamin wanita yang lebih berisiko disbanding pria, pada
umur yang terbentuk <15 tahun, dengan social ekonomi rendah, atau di
kalangan peminum alcohol dan kurang pendidikan keselamatan.
Dalam
menentukan faktor risiko ini diperlukan pendekatan epidemiologi berupa
penelitian atau investigasi. Sebagai suatu masalah Gregg memperkenalkan 10
langkah penelitian epidemiologi (Ten Steps of a Field Epidemiology) berupa :
1.
Konfirmasi diagnosis
2.
Pendefinisian kasus dan
perhitungan kasus
3.
Orientasi data dalam
hal waktu, tempat dan person
4.
Penentuan mereka yang
risiko jatuh sakit
5.
Pengembangan hipotesis
dan pengujian hipotesis
6.
Pembandingan hipotesis
dengan kenyataan lapangan
7.
Perencanaan pelaksanaan
penelitian
8.
Penyiapan laporan
tertulis
9.
Pelaksanaan upaya
intervensi dan pencegahan
Penelitian ini diharapkan akan
mendapatkan faktor risiko suatu musibah untuk menjadi pegangan dalam menentukan
upaya intervensi pencegahan yang sesuai untuk dilakukan.
Dalam melakukan analisis risiko
maka karakteristik risiko yang menurut persepsi masyarakat (risk perception)
terhadap risiko perlu dilakukan, yang mencakup faktor-faktor :
1. Pengetahuan
(knowledge), menyangkut kesadaran masyarakat terhadap bahaya, misalnya
kesadaran terhadap bahaya food additive
2. Pemberitahuan
(newness), pengalaman masyarakat terhadap risiko itu.
3. (Volunteriness),
kemungkinan untuk melakukan pilihan/ terhindar terhadap kemungkinan bahaya itu,
misalnya kalau mengenai criminal maka tidak ada kemungkinan untuk menghindar.
4. Control,
kemampuan untuk mengendalikan diri terhadap risiko yang sedang terjadi.
5. (Dreadedness),
rasa takut masyarakat terhadap risiko
Selain itu, hal-hal lain yang
berkaitan dengan sikap dan perilaku masyarakat terhadap musibah berkaitan juga
dengan faktor seperti :
1. Soladiritas
(familiarity), apakah maslah itu sudah biasa/sudah dikenal telah terjadi
sebelumnya atau tidak. Jika belum ada pengalaman, berisiko musibah itu lebih
tinggi disbanding jika masyarakat sudah pernah mengalami sebelumnya/sudah tahu
bagaimana menghadapinya.
2. Dampak
pada anak-anak, hal-hal yang member dampak pada anak-anak lebih member
perhatian masyarakat.
3. Manifestasi
efek, jika efeknya segera dan langsung kepada masyarakat maka masyarakat member
perhatian yang lebih besar.
4. Perhatian
media, jika mendapat liputan atau perhatian media maka perhatian masyarakat
juga meningkat.
5. Reversibilitas,
kalau bersifat tidak reversible maka meningkatkan perhatian masyarakat.
Menentukan keberadaan keterpaparan
faktor risiko (risk exposure) dapat dilakukan risk assessment. Penilaian risiko
ini merupakan proses estimasi kemungkinan efek merusak (adverse effect) yang
berakibat keterpaparan hingga terjadinya gangguan kesehatan tertentu.
Penentuan ini dilakukan untuk menjawab
pertanyaan berapa banyak perbuatan kasus (excess cases) suatu penyakit akan
terjadi dalam suatu kejadian tertentu karena terpapar oleh suatu faktor risiko
tertentu pada level dosis tertentu.
Bentuk suatu gangguan alamiah
(natural hazard), pertanyaan assessment mengarahkan lebih spesifik dimana
ditanyakan berapa excess cases terjadi pada suatu populasi tertentu karena
suatu peristiwa gangguan dalam suatu derajat kerusakan (severity) tertentu.
Untuk itu risk assessment yang dilakukan juga mengalami modifikasi dari 4
langkah yang sering dilakukan, yakni dengan :
1. Hard
identification
2. Factor
characterization
3. Sure
characterization
4. Characterization
Berdasarkan assessment ini maka
dapat dilanjutkan suatu risk assessment yang mencoba menjawab berapa besar risiko
tertentu yang akan terjadi setelah dilakukannya suatu upaya pencegahan
sedangkan dengan tanpa upaya pencegahan. Pertanyaan ini dapat dilakukan dengan
mendapatkan hitungan suatu preventable fraction yang memberikan nilai estimasi
dan efikasi dari penurunan (reduksi) suatu keadaan kesehatan sebagai hasil dari
suatu strategi pencegahan pada komunitas tertentu. Selanjutnya dengan
efektifitas pencegahan perhitungan cost-effectiveness dari suatu pilihan.
G.
Upaya
Pencegahan Kesehatan Darurat
Berbagai suatu masalah kesehatan
maka diperlukan pendekatan pencegahannya dari seluruh 6 tingkat upaya
pencegahan. Secara umum dalam pendekatan kesehatan masyarakat dikenal 6 tingkat
pencegahan :
1. Prevention
2. Health
Promotion
3. Specific
Protection
4. Early
Diagnosis
5. Prompt
Treatment
6. Rehabilitation
Kegiatan pencegahan secara khusus
dilakukan terhadap masalah kesehatan darurat dengan melakukan berbagai bentuk
intervensi yang bertujuan untuk :
Menyediakan kebutuhan dasar minimal
(basic minimum requirement) menurunkan vulnerabilitas (reducing vulnerability)
; misalnya tempat berlindung, air dan pelayan kesehatan. Menurunkan
keterpaparan dari faktor risiko.
Berdasarkan keenam upaya pencegahan
dan tujuan intervensi yang dipaparkan diatas maka epidemiologi melakukan upaya
pendekatan dengan diadakan modifikasi tersendiri dalam menghadapi masalah
kesehatan darurat. Masalah kesehatan darurat karena sifatnya memerlukan
bentuk-bentuk pencegahan yang berupa peringatan (sign) tersendiri untu
mengingatkan dan menyadarkan masyarakat tentang keberadaan dan ancaman bahaya
kesehatan darurat.
Dapat dikemukakan disini 3 bentuk
tanda-tanda peringatan (sign) yang memberikan kepada masyarakat dalam masa
pre-event dalam bentuk :
1. Peringatan
Peduli (alert sign) sebagai lampu hijau
Mengingatkan masyarakat berbagai
faktor risiko yang telah dimodifikasi sehingga masyarakat dapat menjauhkan diri
secara dini terhadap kemungkinan risiko yang dapat terjadi. Terhadap keadaan
lingkungan maka dapat diinformasikan tentang ramalan cuaca dan upaya-upaya menyadarkan
masyarakat. Misalnya, masyarakat diberikan tanda peduli terhadap risiko
pasangan seks dalam menghadapi risiko serangan HIV/AIDS.
2. Peringatan
Siaga (warning sign) sebagai lampu kuning
Memberikan kesiagaan masyarakat tentang berbagai
kejadian yang terjadi yang setiap waktu bisa datang dan mengenai mereka :
disaster weadness, aseismic building code, smoking alarm.
3. Peringatan
Bahaya (alarm sign) sebagai lampu merah
Mendorong masyarakat untuk segera dan sudah
bertindak karena berada sangat dekat dan setiap saat dapat mengancam dibunuh.
Yang berada pada radius luapan lahar letusan gunung
harus member tanda bahaya berupa pindah dari tempat pemukimannya.
Terhadap musibah kesehatan masyarakat ini PBB dalam
pencegahannya United Nations General Assembly telah menyatakan telah menjadi
International Decade for Natural Disaster Reduction. Dalam berbagai upaya
preventif dan intervensi dilakukan untuk pencegahan kejadian bencana alam.
Dalam aplikasi terhadap masalah kesehatan darurat ibu hamil maka Departmen
Kesehatan memperkenalkan konsep “SIAGA” singkatan dari Siap, Antar dan Jaga.
Sigap ini dianggap sebagai sikap peduli yang diharapkan dilakukan oleh keluarga
ibu hamil menyelamatkan jiwa ibu dari ancaman kematian ibu yang masih tinggi.
H.
Surveilens
Kesehatan Darurat
Upaya surveilens bencana serupa
dengan prinsip surveilens epidemiologi lainnya, hanya saja disini berkaitan
erat dengan waktu yang merupakan tindakan yang segera, sehingga diperlukan
percepatan langkah-langkah surveilens dalam pengumpulan data sampai pengumpulan
keputusan untuk masukan terhadap masalah bencana missal yang dihadapi.
Surveilens (surveillance) dimaksud adalah the on going, the collection,
analysis and interpretation of health data essential running, implementation
and evaluation of public health practictly intergrated with timely
dissemination of these data to those to know.
Dalam penerapan surveilens
kesehatan darurat, dilakukan langkah-langkah-langkah kegiatan surveilens yang
meliputi :
1. Identifikasi
kasus
Seorang kasus/korban suatu musibah bisa saja tidak ada
identitas atau karena kecelakaan yang menimpanya menjadi diidentifikasi secara
biologis/medis
2. Perhitungan
besarnya masalah
Dimaksudkan untuk menentukan wilayah daerah atau
banyaknya masyarakat yang menjadi korban langsung maupun tidak langsung
terancam musibah.
3. Pelarian
penyebab atau sumber malapetaka
Pelarian sumber informasi terkait dengan bencana,
penanganan pasca perawatan setelah korban kembali ke komunitasnya disaster
assessment, evaluasi dan studi tentang bencana yang telah terjadi.
Salah satu tujuan utama lainnya
dari surveilens adalah untuk mengetahui besarnya masalah atau besarnya dampak
yang terjadi akibat musibah. Suatu survey dilakukan di Somalia mengenai akibat
dari kelaparan yang melanda Negara itu di tahun 1992 (Nopember dan Desember)
pada tempat-tempat pengungsian didapatkan angka kematian. Kematian ini lebih
menonjol pada tempat penampungan sementara. Penyebab kematian berkaitan
terjadinya penyakit menular (campak dan diare).
Selain itu, kegunaan surveilens
ditujukan untuk menghindari kejadian yang tidak perlu (unnecessary) ataupun
terlambat (outdated). Diingat bahwa bagaimanapun cepatnya tindakan yang harus butuh
kecermatan tetap diperlukan. Misalnya, pada bantuan obat-obatan atau makanan
bisa terjadi kemungkinan kesalahan label.
Waktu terjadi Angin topan Andrew
(Hurricane Andrew) di tahun 1992, dilakukan kegiatan surveilens untuk
mengetahui keaadan masyarakat dan wabah (outbreak) yang terjadi.
Penyakit-penyakit yang dijejaki adalah penyakit saluran pencernaan, infeksi
saluran pernapasan, dan injuri selama Agustus (seminggu setelah angin rebut)
September 1992. Ditemukan pengunjung tempat pelayanan kesehatan sebanyak 41,3%
yang mengalami gangguan kesehatan dimana korban yang mengalami kejadian diare
sebanyak 4,7% batuk 4,7% dan infeksi lainnya 9,6%. Tidak ditemukan wabah tetapi
adanya rumor tentang wabah diare.
Kegunaan akhir dari surveilens
adalah dipergunakannya data yang relevan untuk perencanaan dalam pengembangan
regional (terutama korban planning/masalah bentuk bangunan) yang tangguh
terhadap kejadian bencana yang setiap waktu mungkin terjadi.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdi.Guru,2006. IPS Geografi untuk SMP/MTS Kelas VII.Jakarta:Erlangga
Bahrun, Andi, 2011. Strategi Pengelolaan Air Di Lahan Kering,
Suatu Upaya Mengantisipasi Kekeringan. Kendari:
Unhalu Press.
Ginting, P, M, Fathurrahman & Pinem, S, 2006. IPS Geografi untuk SMP Kelas VII. Jakarta
Timur: Erlangga
Khachadourian
et al, 2015. Loss and psychosocial
factors as determinants of quality of life in a cohort of earthquake survivors.
http://biomedcentral.com diakses 12 Desember 2015.
M.N.Bustan.
Epidemiologi Kesehatan Darurat
Nunnerley, J,
MhealSci, Dunn, J, et al, 2015. Participation And Quality Of Life Outcomes
Among Individuals With Earthquake-Related Physical Disability: A Systematic
Review. http://ingentaconnect.com diakses 12 Desember 2015.
Pristanto, A.I, 2010. Upaya Peningkatan Pemahaman Masyarakat Tentang Mitigasi
Bencana Gempa Bumi Di Desa Tirtomartani Kecmatan Kalasan Kabupaten Sleman
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Skripsi. http://eprints.uny.ac.id. Diakses 11 Desember 2015.
Putra K.P.B, 2015. Analisis Kerentanan Bangunan Terhadap
Bencana Angin Puting Beliung Di Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen. Publikasi
Ilmiah. http://eprints.ums.ac.id diakses 10 Desember 2015.
Rizal,
J, Sunandi, E, Faisal, F & Akbar, S., 2015. Model Peluang Kejadian Tsunami Pasca Terjadi Gempa Bumi Di Wilayah
Pesisir Pulau Sumatera. Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster).
Volume 04, No. 1 (2015), hal 37 – 46. http://untan.ac.id diakses 12 Desember 2015.
Ruhimat, M., 2011. Geography
& Sociology 1 For Grade VII Junior High School.
Seni,
W, Ismail, N & A.B, Ismail, 2013. Pendidikan
Mitigasi Bencana Berbasis Lingkungan Masyarakat Terhadap Jalur Evakuasi Gempa
Bumi Berpotensi Tsunami (Studi Kasus Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh).
J.Biotik. Vol. 1, No. 2, Ed. September 2013. http://jurnal.ar-raniry.ac.id diakses 12 Desember 2015
Supriyono, P,2014. Seri Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana
Gunung Meletus. Yogyakarta: ANDI
OFFSET
Jansen,
F, Timboeleng, J.A, Longdong, J & Sendow, T.K., 2015. Studi Data Base Daerah Rawan Bencana Berbasis Gis Untuk Kabupaten
Kepulauan Siau Tagulandang Biaro Provinsi Sulawesi Utara. Hasil Penelitian.
Sabua Vol.7, No.1: 389 – 393, Maret 2015. http://ejournal.unstrat.ac,id diakses 11 Desember 2015.
No comments:
Post a Comment